"Kami tidak bisa tidur. Sepi hanya pas pukul 3 sampai pukul 5 pagi." katanya.
Kepala Sekretaris Kabinet Jepang mengatakan bahwa otoritas berencana untuk menggunakan pesawat dari Pasukan Bela Diri Jepang untuk mengevakuasi 60 warganya yang saat ini berada di Sudan, serta berkoordinasi dengan negara-negara lainnya.
Baca Juga:
Harapan Baru di Sudan, Tentara dan RSF Sepakat Secara Prinsip untuk Hentikan Perang
Sejak Sabtu pagi, untuk pertama kalinya selama beberapa dekade, pertempuran dahsyat pecah di Sudan.
Pertempuran itu terjadi di Khartoum dan dua kota tetangga, Omdurman dan Bahri, yang berada dekat dengan Nil Biru dan Putih.
Perseteruan tersebut menggagalkan rencana terbaru untuk transisi ke demokrasi sipil yang didukung komunitas global, empat tahun setelah otokrat Islam Omar al-Bashir jatuh, dan dua tahun setelah kudeta militer.
Baca Juga:
Genosida di Darfur: Panel PBB dan Amnesty Buka Dugaan Bantuan UEA ke RSF
Perang kedua kubu itu menyebabkan mati listrik, putusnya sambungan air, membuat warga kesulitan di hari-hari terakhir Ramadhan di mana umat Muslim harus berpuasa dari pagi sampai maghrib. Banyak rumah sakit harus menghentikan operasinya karena tidak ada daya.
Warga Khartoum diminta untuk hemat listrik, karena menurut badan distribusi negara, server yang melayani pembelian secara daring sudah tidak beroperasi.
Menurut pernyataan yang dikeluarkan badan itu, server terletak di tempat yang terlalu berbahaya, yang tidak bisa dijangkau oleh para teknisi.