Kompleks perkantoran dan sekolah yang ada di ibu kota ditutup sejak perseteruan itu terjadi. Banyak laporan tentang penjarahan dan penyerangan, dan banyak yang mengantre di toko-toko roti yang masih buka.
"Banyak barang yang tidak tersedia. Orang-orang mencari barang-barang, tapi tidak bisa menemukannya," kata Mohamed, seorang warga di Bahri.
Baca Juga:
TKN Prabowo-Gibran Pamer Sukses Program Makan Gratis Siswa di India dan Sudan
Berbagai agensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan bahwa banyak dari program mereka yang tersebar di seluruh penjuru dunia, yang sudah berada dalam situasi genting, harus dihentikan pula.
Banyak warga yang berencana ke selatan, ke pedesaan di Khartoum atau Gezira apabila gencatan senjata sudah disepakati.
Ahmad Omer, koordinator komunikasi di Dewan Pengungsi Norwegia yang terletak di Al Qadarif, Sudan, berharap bisa ke Khartoum untuk bertemu ayah dan ibunya di akhir Ramadhan. Akan tetapi, perseteruan itu menggagalkan niatnya.
Baca Juga:
Seorang Jurnalis Reuters Terbunuh di Lebanon Akibat Serangan dari Arah Israel
"Kami berharap perdamaian akan datang, dan pemerintahan akan terbentuk," katanya.
"Mereka menghancurkan seluruh impian anak muda Sudan dan revolusi Sudan."
Pertempuran itu pecah antara tentara yang dipimpin Jenderal Abdel Fattah al-Burhan dan kepala RSF, Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo, menyusul ketegangan terkait rencana untuk mengintegrasikan RSF ke tentara nasional.