WahanaNews.co | Para pelajar muslim di India yang bersekolah di negara bagian Karnataka memperjuangkan hak mereka menggunakan hijab.
Di sebuah sekolah negeri, para siswi berhijab dilarang masuk kelas.
Baca Juga:
Mengenal Davina Harniadi: Hijab Traveler yang Menginspirasi Lewat Sosial Media
Insiden itu terjadi di sekolah pra-Universitas di Udupi pada awal 28 Desember tahun lalu. Ketika itu, sejumlah siswi muslim mengenakan hijab saat memasuki kelas.
“Saat kami masuk ke dalam sekolah, guru mulai memarahi kami,” ujar siswa kelas 12, Zoya Ahmad (17), dikutip dari The Independent.
“Mereka kemudian mengajukan keluhan kepada kepala sekolah tentang kami memakai hijab,” tambahnya.
Baca Juga:
Viral Pernyataan Senator Bali Arya Wedakarna Dianggap Rasis Soal Hijab
Meski kepala sekolah membiarkan mereka memakainya di hari pertama, ia memberitahu para siswi tersebut untuk memanggil orang tua mereka.
“Orang tua kami juga meminta mereka untuk membiarkan kami menggunakan hijab. Bukan hanya sekali tetapi berkali-kali. Tapi mereka tak mendengarkannya,” kata siswi lainnya, Shabana Ruksar.
Akhirnya pada 1 Februari, Zoya dan ketujuh temannya yang menggunakan hijab tak diizinkan masuk ke dalam kelas.
Kontroversi terjadi atas kurangnya kejelasan seputar seragam di sekolah yang dikelola oleh pemerintah di negara bagian itu.
Departemen pendidikan sarjana negara bagian tak mengamanatkan seragam untuk sekolah tersebut, dan bahwa masing-masing sekolah telah membuat aturan mereka sendiri.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah daerah Karnataka telah membentuk komite ahli yang akan meninjau putusan di Mahkamah Agung, dan berbagai pengadilan tinggi negara bagian tentang aturan berpakaian.
Seperti dilaporkan The News Minute, hingga saat itu, para siswa diharuskan menggunakan seragam yang dimandatkan oleh institusi mereka.
Namun, pihak pemerintah negara bagian tak mengungkapkan batas waktu bagi komite tersebut untuk melaporkannya.
Pihak sekolah tetap menegaskan bahwa menggunakan hijab tak konsisten dengan aturan berpakaian institusi.
Meski begitu, para pelajar menegaskan pentingnya hijab sebagai bagian dari identitas mereka, dan peraturan itu telah melanggar hak mereka untuk menjalankan agama mereka yang dijamin di bawah konstitusi India.
“Di Islam sangat penting menggunakan hijab. Kami tak bisa menunjukkan kepala kami ke pria lain,” tutur Zoya.
“Kami tak bisa menunjukkan rambut kami kepada yang lainnya. Itu adalah tugas kami untuk memakai hijab. Hijab adalah kebanggaan dan martabat saya,” tambahnya.
Sementara, Shabana menegaskan bahwa berhijab adalah haknya yang dijamin oleh konstitusi.
“India merupakan negara yang sekuler, bahkan saya memiliki hak untuk menjalankan agama saya,” ujarnya.
Ia pun menegaskan bahwa perjuangannya untuk mendapatkan hak menggunakan hijab seperti sebuah siksaan mental.
Shabana pun menuduh Raghupathi Bhat, seorang legislator lokal dari partai Narendra Modhi, Partai Bharatiya Janata (BJP), telah mengancam mereka.
“Yang pertama, kami khawatir mengenai pendidikan kami, karena mereka tak membiarkan kami masuk ke kelas. Secara mental kami terganggu,” tuturnya.
Bhat sendiri menegaskan bahwa sekolah itu telah memiliki seragam sejak 1985, dan menegaskan bahwa para siswi diizinkan menggunakan hijab di area sekolah.
Meski begitu, ia menegaskan bahwa mereka harus membukanya saat berada di dalam kelas.
“Kami tak memiliki masalah mereka menggunakan hijab di luar, bahkan di area kampus. Tapi di dalam kelas, ada persamaan seragam untuk Hindu, Muslim dan Kristen,” ujar Bhat.
Ia pun menambahkan bahwa makna dari seragam adalah kesetaraan bagi semua orang.
Untuk meredakan masalah, Komite Pembangunan Kampus yang diketuai Bhat menyarankan para siswi tersebut melakukan kelas online hingga masalah ini diselesaikan.
Namun, para siswi tersebut menolak tawaran sekolah dan menyebutnya sebagai bentuk diskriminasi.
“Bagaimana mungkin mereka menyelenggarakan kelas online hanya untuk delapan siswa. Sedangkan yang lain melakukan kelas offline. Ini jelas diskriminasi,” tutur Zoya.
Para siswi ini pun sudah maju ke Pengadilan Tinggi Karnataka mencari keringanan sementara.
Pada permohonan yang diajukan Jumat (4/2/2022), mereka meminta pengadilan untuk mengarahkan pihak berwenang agar mengizinkan mereka menghadiri kelas dengan hijab tanpa bias dan diskriminasi. [rin]