WahanaNews.co | Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) minta maaf usai penyelidik independen mengusut tuduhan pelecehan seksual di Kongo. Penyelidik menyebut di tubuh WHO telah terjadi 'kegagalan struktural yang jelas' dan 'kelalaian individu'.
"Ini adalah hari yang gelap bagi WHO," kata Dirjen WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus setelah laporan mengenai tuduhan terhadap personel lokal dan internasional yang dikerahkan di negara itu untuk memerangi wabah Ebola dari 2018 hingga 2020, seperti dilansir AFP, Rabu (29/9/2021).
Baca Juga:
Bahayakan Kesehatan, BPKN: Waspadai AMDK dengan Bromat Melebihi Batas Aman
Komisi mewawancarai lusinan wanita yang mengatakan bahwa mereka ditawari pekerjaan sebagai imbalan seks, atau menjadi korban pemerkosaan.
"Hal pertama yang ingin saya katakan kepada para korban dan penyintas...Saya minta maaf," kata Tedros dalam konferensi pers.
"Ini adalah prioritas utama saya bahwa para pelaku tidak dimaafkan tetapi dimintai pertanggungjawaban," tambah Tedros.
Baca Juga:
Penyakit Mpox Jadi Darurat Kesehatan Global, Kenali Cara Penularannya
Sudah, dua staf senior ditempatkan cuti administratif, kata Tedros, menambahkan: "Kami mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa orang lain yang mungkin terlibat untuk sementara dibebaskan dari peran pengambilan keputusan sehubungan dengan tuduhan eksploitasi dan pelecehan seksual".
Laporan setebal 35 halaman itu melukiskan gambaran suram, mencatat skala insiden eksploitasi dan pelecehan seksual dalam menanggapi wabah Ebola ke-10. Komisi khusus mengidentifikasi 83 tersangka, termasuk 21 yang dipekerjakan oleh WHO.
4 telah diputus kontraknya dan dilarang bekerja WHO, Tedros mengatakan WHO akan memberi tahu sistem PBB yang lebih luas. Badan tersebut juga akan merujuk tuduhan pemerkosaan kepada pihak berwenang Kongo dan negara-negara terkait lainnya.
Laporan itu, yang menurut Tedros 'membuat bacaan yang mengerikan', mengutip 'kelalaian individu yang mungkin merupakan pelanggaran profesional'.
Ia juga mengatakan menemukan kegagalan struktural yang jelas dan ketidaksiapan untuk mengelola risiko insiden eksploitasi dan pelecehan seksual di negara Afrika tengah yang miskin itu.
Menyusul laporan media pada bulan Mei bahwa manajemen WHO mengetahui dugaan kasus di Kongo dan tidak bertindak, 53 negara bersama-sama menuntut agar WHO menampilkan 'kepemimpinan yang kuat dan patut dicontoh' dalam mencegah pelecehan seksual.
Tuduhan itu tidak akan terungkap jika bukan karena penyelidikan selama setahun yang diungkapkan September lalu oleh Thomson Reuters Foundation dan The New Humanitarian yang mendokumentasikan dugaan eksploitasi dan pelecehan perempuan oleh staf internasional selama krisis Ebola. [dhn]