WahanaNews.co | Meskipun usianya sudah tembus 97 tahun dan telah menduduki puncak kekuasaan selama hampir seperempat abad di Malaysia, mantan Perdana Menteri Mahathir Mohamad masih juga mencalonkan diri dalam pemilu pada Sabtu (19/11/2022).
Fakta itu, menurut banyak kalangan, ironis mengingat usia memilih baru saja diturunkan dari 21 menjadi 18 tahun.
Baca Juga:
Polda Kalimantan Utara Terima Kunjungan Delegasi Polis Diraja Malaysia dari Sabah
Ini baru pertama kali dalam sejarah Malaysia sejak merdeka pada 1957.
Tetapi, Mahathir tetap dianggap populer baik di kalangan rival politik maupun pendukung, meski pengaruhnya mungkin berkurang.
Lantas, apa saja motivasinya untuk tetap aktif di panggung politik, berkampanye di seluruh negeri guna mendukung calon-calon dari partai yang baru didirikannya, Partai Pejuang?
Baca Juga:
Diduga Curi Kabel Petronas, Warga Anambas Ditangkap Aparat Malaysia
Motivasi Mahathir Moohamad
BBC menemui mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad di salah satu kantornya di Kuala Lumpur menjelang pemilu.
Di belakang meja, dia duduk dan membaca surat kabar. Stafnya menyediakan air minum di samping meja. Staf satu lagi mengambil remote control untuk menutup tirai.
Mereka semua memanggilnya dengan sebutan Tun, gelar tertinggi yang diberikan langsung oleh raja Malaysia atas jasa-jasanya kepada bangsa dan negara.
Mahathir tampak sehat, segar dan murah senyum.
Ketajamannya tak pudar dan sigap menjawab atau menangkis pertanyaan-pertanyaan, seperti biasanya.
"Selama saya mampu bekerja, mampu berpartisipasi, saya pikir tugas saya membantu generasi baru untuk mengembalikan pemerintahan seperti sebelumnya yang menjadikan Malaysia disebut sebagai macan Asia," demikian jawaban Mahathir atas pertanyaan apa yang hendak dicapai dengan maju bertanding dalam pemilu Malaysia untuk mewakili daerah pemilihan Langkawi.
Modal untuk mengembalikan kejayaan Malaysia, menurut Mahathir, adalah pengalamannya memerintah selama 24 tahun secara komulatif. Seorang pemimpin yang mendominasi politik negaranya.
Periode pertama, dia memegang tampuk pemerintahan negara mulai 1981 hingga 2003 dengan kendaraan Partai UMNO bersama koalisinya, yakni Barisan Nasional.
Mahathir dikenal dengan juklukan 'Bapak Modernisasi' karena keberhasilannya mengubah Malaysia dari negara pertanian menjadi negara perindustrian.
Masa pemerintahannya tak luput dari kritikan terkait dengan corak pemerintahan yang keras.
Sebagian orang menggambarkannya sebagai pemerintahan otokratik.
Akta Keselamatan Dalam Negeri (ISA), yang memungkinkan penahanan tanpa peradilan, dikeluhkan kerap disalahgunakan untuk membungkam para aktivis dan pemimpin oposisi.
Dia menyerahkan tongkat estafet kekuasaan kepada wakilnya Abdullah Ahmad Badawi pada tahun 2003.
Pada pemilu 2018, dia bergandengan tangan dengan koalisi oposisi Pakatan Harapan pimpinan Anwar Ibrahim, yang sebelumnya berseberangan.
Untuk pertama kalinya, oposisi berhasil mengalahkan koalisi Barisan Nasional. Lantas Mahathir dilantik menjadi perdana menteri.
Dia tercatat sebagai pemimpin terpilih paling tua di dunia pada usia 92 tahun.
Tapi umur pemerintahan itu hanya 22 bulan karena pertikaian internal yang ramai diberitakan bersumber dari apa yang disebut pengingkaran janji penyerahan kursi perdana menteri dari Mahathir Mohamad ke Anwar Ibrahim.
Bagaimana kemungkinan Mahathir bekerja sama dengan musuh bebuyutan Anwar Ibrahim itu?
"Saya tidak mau bekerja sama dengan Anwar Ibrahim karena bertentangan dengan pengakuannya, dia tidak suka saya," tegasnya.
Namun demikian, ketua koalisi Pakatan Harapan Anwar Ibrahim telah menolak tawaran kerja sama Mahathir. Alasannya, keduanya berbeda prinsip dalam sejumlah hal, termasuk persyaratan menjadi perdana menteri hanya orang Melayu sedangkan Malaysia adalah negara majemuk.
Anwar sempat menjadi wakil perdana menteri Malaysia di bawah Mahathir tapi diberhentikan pada 1998 sebelum dikenai dakwaan dan dipenjarakan dalam kasus sodomi dan korupsi.
Oleh koalisinya, Anwar, 75, dijagokan menjadi perdana menteri jika menang pemilu sekarang.
Di Malaysia sempat muncul wacana untuk membuat pembatasan usia maksimal calon anggota legislatif. Namun hingga kini belum terwujud dan politikus-politikus senior tetap mencalonkan diri.
Menurut Kepala Program Sains Politik, Universitas Kebangsaan Malaysia, Dr. Muhamad Nadzri Hj. Mohamed Noor, kedua sosok itu masih relevan kendati mereka sudah lama bercokol di politik.
"Kedua tokoh ini walaupun sudah lama tapi masih mempunyai idealisme dan pengaruh yang sangat besar, khususnya Anwar Ibrahim. Kalau dibandingkan dari segi pengaruh, pengaruh Anwar lebih besar dari pengaruh Mahathir," kata dia.
Indikasinya antara lain adalah jumlah calon yang diturunkan koalisi Gerakan Tanah Air pimpinan Mahathir, sebanyak 121 calon atau lebih dari 50 persen dari total 222 kursi yang diperebutkan. Adapun koalisi Pakatan Harapan menerjunkan 206 calon.
"Keadaan Anwar Ibrahim masih populer, masih banyak orang yang mendambakan beliau, melihat ketokohannya. Kita tidak menafikan kenyataan kepopulerannya tidaklah sehebat dulu," tutur DR. Muhamad Nadzri. [rna]