WahanaNews.co | Swedia jadi sorotan usai politikus sayap kanan Rasmus Paludan membakar Al Quran dalam demonstrasi di depan Kedubes Turki di Stockholm pada Sabtu (21/1).
Banyak negara terutama negara mayoritas Muslim seperti Arab Saudi, Turki, Yordania, Afghanistan, Pakistan, Uni Emirat Arab, Kuwait, sampai Indonesia mengutuk keras aksi pembakaran Al Quran tersebut.
Baca Juga:
Debat soal Palestina Memanas, Menlu Swedia Dihujani Tomat dan Bawang
Duta besar Swedia di beberapa negara itu bahkan diprotes oleh tuan rumah akibat aksi Paludan yang seakan dibiarkan pemerintah negara Eropa itu. Tak hanya dunia Islam, sejumlah negara Barat seperti Amerika Serikat dan Jerman juga melayangkan kecaman serupa terhadap aksi pembakaran Al Quran.
Lantas, kenapa Swedia tidak menghukum Paludan?
Sampai saat ini Paludan belum buka suara lagi merespons kecaman-kecaman publik atas aksi provokatifnya itu.
Baca Juga:
Raih 18 Trofi Selama Karir, Ini Profil Sven-Goran Eriksson yang Meninggal Dunia
Sementara itu, dikutip CNBC, otoritas Swedia mengatakan demonstrasi yang digagas Paludan itu sah-sah saja di bawah Undang-Undang Kebebasan Berpendapat Swedia.
Dalam izin demonstrasi yang Paludan dapat dari polisi memaparkan bahwa unjuk rasa itu dilakukan dengan tema penentangan terhadap Islam dan upaya Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mempengaruhi hukum kebebasan berpendapat di Swedia.
Salah satu alasan demo itu digelar yakni untuk memprotes tuntutan Erdogan kepada Swedia agar merepatriasi aktivis Partai Pekerja Kurdi (PKK) Turki jika ingin direstui Ankara masuk NATO. Turki menganggap PKK sebagai organisasi separatis dan terorisme.
Dikutip Reuters, Paludan merupakan politikus asal Denmark yang memiliki kewarganegaraan Swedia. Ia merupakan pemimpin kelompok sayap kanan Garis Keras.
Ini bukan kali pertama Paludan memicu kontroversi. Sejak terjun ke dunia politik, Paludan memang dikenal sebagai ekstremis sayap kanan garis keras yang kerap menyuarakan sentimen anti-Islam dan imigran. Selama ini, Paludan memang dikenal sebagai politikus anti-Islam dan xenofobia (anti-imigran).
Melansir CNN Indonesia, Paludan mulai sering menghadiri pertemuan International Free Press Society pada 2016. Ia juga beberapa kali mengikuti demonstrasi anti-Muslim yang digelar kelompok For Frihed di Denmark.
Setahun kemudian, tepatnya 2017, politikus kelahiran Denmark itu mendirikan partai Stram Kurs yang dikenal menolak kehadiran imigran dan Muslim di Denmark.
Paludan pertama kali menyedot perhatian internasional pada 2019, ketika ia memancing emosi Muslim karena membakar Al Quran dalam demonstrasi di Viborg, Denmark.
Media lokal Denmark, Nyheder, melaporkan bahwa sekitar 100 orang ikut serta dalam demonstrasi itu. Tiga di antaranya ditangkap karena dianggap memicu keributan.
Belum berhenti, Paludan kembali berencana menggelar demonstrasi dengan prosesi pembakaran Al Quran di Malmo, Swedia, pada Agustus 2020.
Namun, Swedia melarang Paludan masuk. Pihak berwenang mencegat Paludan di pos pemeriksaan. Mereka menekankan Paludan dilarang masuk hingga dua tahun.
"Dia merupakan ancaman serius," demikian pernyataan kepolisian Swedia yang dikutip media lokal SVT Nyheter. [rna]