WahanaNews.co | Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS melakukan pengumpulan suara terkait kenaikan batas utang pemerintah AS yang saat ini jumlahnya sangat melambung.
Melansir AFP, Rabu (26/5/2023), DPR negara tersebut akan melakukan voting apakah menyetujui proposal Partai Republik di parlemen soal pemangkasan anggaran dan kenaikan batas utang, untuk menghindari pemerintah AS gagal bayar utang (default).
Baca Juga:
Gawat! Banyak Anak Muda Terlilit Utang PayLater, OJK Serukan Edukasi Keuangan
Pemerintah AS berharap batas utang bisa dinaikkan dalam beberapa minggu ke depan. Bila tidak, maka negara tersebut bakal tidak mampu membayar utangnya yang menggunung, dan hal ini menjadi malapetaka bagi pasar keuangan dunia.
Kevin McCarthy, yang menjadi pemimpin DPR AS sejak Januari 2023 lalu mengatakan, dia akan mengendalikan ketat pengeluaran anggaran belanja pemerintah AS.
"Saya tahu Presiden Biden mungkin fokus pada masa depan politiknya sendiri hari ini, tetapi dia harus fokus pada masa depan Amerika," kata McCarthy.
Baca Juga:
OJK Bongkar Utang Jumbo Sritex: Ada Rp 14,64 Triliun yang Menanti Pembayaran
"Biden seharusnya mengumumkan, dia akhirnya akan datang ke meja dan menegosiasikan peningkatan batas utang yang bertanggung jawab untuk menghindari gagal bayar pertama dalam sejarah negara kita," imbuh McCarthy.
Dalam data AFP, disebutkan bahwa utang pemerintah AS saat ini hampir US$ 32 triliun, nilai yang luar biasa besar. Bila dirupiahkan dengan kurs US$ 1 = Rp 15.000, maka utang pemerintah AS mencapai Rp 480.000 triliun. Dan ini akan terus meningkat.
Melansir CNBC Indonesia, utang pemerintah AS dalam 100 tahun terakhir telah dinaikkan batasannya 150 kali oleh Kongres. Sehingga jumlahnya terus naik berlipat-lipat.
Dalam proposal yang disampaikan Partai Republik sebanyak 320 halaman tersebut, utang pemerintah AS akan dinaikkan hingga US$ 32,9 triliun. Namun, pemerintah AS harus 'mengencangkan ikat pinggang' dan memotong anggaran belanjanya hingga US$ 4,8 triliun dalam 10 tahun ke depan.
Namun Biden yang akan kembali mencalonkan diri jadi calon presiden dalam pemilu AS 2024 ini disebut bakal menolak pemangkasan anggaran belanja tersebut. Bahkan Biden disebut bakal memveto proposal undang-undang dari Partai Republik tersebut.
Apabila voting gagal, DPR dapat dipaksa melakukan keinginan Biden, yaitu kenaikan batas utang tanpa pemangkasan anggaran belanja. Moody's Analytics bahkan mengatakan bila pemangkasan belanja dilakukan, maka pertumbuhan ekonomi bakal turun 0,6% dan 'membunuh' 780.000 pekerjaan.
Seorang analis bernama Konrad Petriaitis memprediksi, McCarthy akan menang dan membuat Biden tertekan, sehingga akhirnya terpaksa berunding. Menurutnya, Biden akan memberikan pesan bahwa Partai Demokrat merupakan penjaga ekonomi yang baik dan pemerintahannya mampu mengatasi tekanan eksternal yang parah.
"Namun, pesannya dipotong, jika negosiasi plafon utang mengarah ke default," kata Konrad.
Untuk diketahui, selama ini surat utang pemerintah AS dianggap sebagai aset yang aman oleh seluruh investor dunia, dan dianggap tidak akan gagal bayar. Bahkan suku bunga dari surat utang ini menjadi ukuran atau benchmark untuk seluruh produk investasi dunia.
Pada ekonom berpendapat, bila pemerintah AS gagal bayar, maka investor dunia akan panik. Kondisi ini akan membuat bunga kredit naik tinggi dan jutaan pekerjaan bakal hilang.
Selama ini, Kementerian Keuangan AS telah melakukan sejumlah cara pengaturan keuangan untuk tetap bisa membayar utang-utangnya. Cara ini diprediksi bakal terus dilakukan hingga akhir Juli 2023. Meskipun sejumlah pihak menyatakan, ruang gerak Kemenkeu AS bakal habis pada pertengahan Juni 2023.
Sejumlah ahli juga memperkirakan pasar keuangan dunia akan gelisah pada akhir Mei, bila parlemen dan pemerintah AS belum menemukan kata sepakat. [eta]