WahanaNews.co | Presiden
Iran Hassan Rouhani mohon maaf kepada rakyatnya atas segala kekurangan dan buruknya
keterbukaan informasi selama 8 tahun masa pemerintahannya.
Baca Juga:
Balas Israel, Iran Disebut Bakal Tingkatkan Kekuatan Hulu Ledak
Hal itu ia sampaikan dalam rapat kabinet terakhirnya menjelang
lengser dari kursi kepresidenan untuk kemudian digantikan oleh Ebrahim Raisi.
Rouhani, yang cenderung menutup diri dari pertemuan dengan
pihak luar selama masa jabatannya, seperti dilansir Anadolu Agency dan dikutip
Middle East Monitor, Senin (2/8), memohon "pengampunan" dari rakyat
Iran atas "segala kekurangan dan cela".
Pemerintahnya diketahui menghadapi kritik keras terkait
penanganan pandemi Covid-19 dan masalah ekonomi, terutama setelah AS keluar
dari kesepakatan nuklir pada 2018 dan memberlakukan kembali sanksi terhadap
Iran.
Baca Juga:
Elon Musk Beberkan Alasan Tangguhkan Akun X Pemimpin Tertinggi Iran
"Jika hendak menghakimi pemerintahan ini, Anda harus
mempertimbangkan masalah perang ekonomi, Covid-19, dan kekeringan," kata
Rouhani.
Selain meminta maaf, Rouhani menyampaikan selama menjabat
pemerintahannya hanya bisa mengungkap sebagian dari kenyataan yang dialami Iran
saat ini dengan dalih menjaga keamanan nasional.
"Apa yang kami sampaikan kepada rakyat tidak
bertentangan dengan kenyataan, tetapi kami tidak menyampaikan seluruh kebenaran
kepada mereka," ujar Rouhani tanpa memberi penjelasan lebih lanjut.
Masa pemerintahan Rouhani akan berakhir pekan ini. Raisi
rencananya bakal dilantik sebagai presiden oleh parlemen Iran pada Kamis mendatang.
Selama menjabat Rouhani jarang berbicara langsung di hadapan
rakyatnya. Selain itu, Rouhani juga menuduh faksi konservatif di parlemen Iran
merusak rencananya menghidupkan kembali perjanjian pembatasan pengayaan uranium
dan pencabutan sanksi (JCPOA) yang disepakati pada 2015 silam.
"Tidak ada gunanya membicarakan itu. Menurut kerangka
kerja yang ditetapkan pemimpin tertinggi, kita bisa menerapkan JCPOA dan
mencabut sanksi, tetapi kami malah mentok," kata Rouhani.
Pemerintahan Rouhani juga dikritik dalam hal penanganan
pandemi Covid-19 di Iran. Dia juga dinilai turut andil dalam krisis ekonomi
akibat pembatalan JCPOA oleh Amerika Serikat di masa kepemimpinan Presiden
Donald Trump pada 2018.
Bahkan Trump kembali menjatuhkan sanksi berupa embargo
ekonomi bagi Iran. Alhasil Iran kesulitan menjual minyak bumi sebagai salah
satu komoditas utama negara ke negara lain.
Bahkan akibat embargo itu, Iran sempat kerepotan membeli
obat-obatan dan perlengkapan medis dalam menghadapi pandemi Covid-19 akibat
tidak ada bank di dunia yang mau menjadi perantara pembayaran lantaran juga
takut terkena sanksi AS.
"Jika ada yang ingin mengadili pemerintahan ini, mereka
harus mempertimbangkan tentang perang ekonomi, Covid-19, dan kekeringan,"
kata Rouhani sebagai pernyataan pembelaan diri.
Rouhani pertama kali terpilih menjadi presiden Iran pada
2013. Saat itu lawan terberatnya adalah Wali Kota Teheran, Mohammad Bagher
Ghalibaf.
Sedangkan pada pemilihan presiden 2017, Rouhani bersaing
ketat dengan Raisi, Mostafa Mir-Salim dan Mostafa Hashemitaba. [qnt]