WAHANANEWS.CO, Jakarta - Krisis politik dan keamanan kembali membara di Amerika Serikat. Los Angeles, kota multietnis yang menjadi simbol toleransi dan keragaman, kini berubah menjadi medan pertempuran antara aparat negara dan warga yang menolak kebijakan keras Presiden Donald Trump.
Di balik kepulan asap protes dan derap sepatu tentara, tersimpan ketegangan konstitusional yang belum pernah terlihat sejak era kerusuhan besar dekade lalu.
Baca Juga:
Hong Kong Buka Pintu untuk Mahasiswa Harvard yang Terdampak Larangan Trump
Militer Amerika Serikat akan mengerahkan sekitar 700 personel Korps Marinir guna meredam kerusuhan besar yang mengguncang Los Angeles, California.
Langkah ini dilakukan sambil menunggu sekitar 2.000 tentara Garda Nasional yang diperintahkan langsung oleh Presiden Donald Trump untuk tiba di lokasi.
Dari jumlah yang direncanakan, baru sekitar 300 personel Garda Nasional yang telah berada di titik-titik rawan. Satu sumber pemerintah AS yang berbicara secara anonim menyebutkan bahwa satu batalion Korps Marinir akan dikirim untuk menjalankan tugas sementara, sambil menunggu kedatangan penuh pasukan Garda.
Baca Juga:
Rusia Banjiri Ukraina dengan 355 Drone, Trump Meledak: Putin Sudah Gila!
Situasi ini mencerminkan eskalasi besar dalam penanganan protes jalanan yang dipicu oleh kebijakan imigrasi Trump. Meski pengerahan personel militer berlangsung masif, pemerintah masih belum mengaktifkan Undang-Undang Pemberontakan yang memungkinkan keterlibatan langsung militer dalam penegakan hukum sipil.
Korps Marinir sebelumnya hanya dikerahkan dalam negeri pada peristiwa luar biasa seperti Badai Katrina dan serangan teroris 11 September 2001.
Meski mereka terkenal sebagai kekuatan tempur andalan dalam operasi luar negeri, penggunaan mereka di jalanan Los Angeles untuk menghadapi warga sipil dianggap sebagai langkah kontroversial.