WAHANANEWS.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, menegaskan bahwa negaranya menolak negosiasi langsung dengan Amerika Serikat terkait isu nuklir.
Pernyataan ini disampaikan sebagai respons terhadap keinginan Presiden AS, Donald Trump, yang sebelumnya menyatakan keterbukaannya untuk berdialog langsung dengan Teheran.
Baca Juga:
Wuih, Jorok... Pria Iran Ini Tak Pernah Mandi Selama 60 Tahun!
Permintaan perundingan tersebut disampaikan Trump bulan lalu, tetapi disertai ancaman serangan jika diplomasi gagal.
Pada Kamis (3/4/2025), Trump kembali menekankan bahwa dialog langsung lebih efektif karena memungkinkan kedua belah pihak memahami satu sama lain dengan lebih baik.
"Saya pikir ini akan lebih cepat dan lebih efektif daripada menggunakan perantara," ujar Trump, dikutip oleh kantor berita AFP.
Baca Juga:
Jual Jasa Operasi Plastik hingga Bayi Tabung, Iran Siap Pikat Wisatawan Medis Global
Menanggapi pernyataan tersebut, Araghchi menegaskan bahwa negosiasi langsung tidak ada artinya jika AS terus mengancam Iran dengan kekerasan, yang menurutnya melanggar Piagam PBB.
Ia menambahkan bahwa Iran tetap berkomitmen pada jalur diplomasi, tetapi hanya bersedia melakukan negosiasi tidak langsung.
"Iran serius dalam jalur diplomasi, tetapi kami juga siap membela kepentingan dan kedaulatan nasional kami," tegasnya dalam pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri Iran.
Pada Sabtu (5/4/2025), Presiden Iran Masoud Pezeshkian turut menanggapi isu ini. Ia menyatakan bahwa Iran bersedia berdialog dengan AS, tetapi dalam posisi yang setara.
Namun, ia meragukan ketulusan Washington dalam menawarkan perundingan.
"Jika memang ingin bernegosiasi, mengapa masih ada ancaman?" ujarnya.
Selama beberapa dekade, negara-negara Barat yang dipimpin AS menuduh Iran berupaya mengembangkan senjata nuklir.
Namun, Iran terus membantah tuduhan tersebut dan menegaskan bahwa program nuklirnya hanya untuk kepentingan sipil.
Pada hari yang sama, Kepala Korps Garda Revolusi Iran, Hossein Salami, menegaskan bahwa Iran siap menghadapi kemungkinan perang.
"Kami tidak takut perang. Iran tidak akan memulai peperangan, tetapi kami siap menghadapi segala kemungkinan," kata Salami kepada kantor berita IRNA.
Sebelumnya, Iran dan negara-negara besar dunia mencapai kesepakatan pada 2015 dalam Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA), yang membatasi program nuklir Iran sebagai imbalan atas pencabutan sanksi.
Namun, pada 2018, Presiden Trump menarik AS dari perjanjian tersebut dan kembali menerapkan sanksi terhadap Iran, yang kemudian membuat Iran mengurangi komitmennya terhadap perjanjian tersebut.
Pada Senin (7/4/2025), Ali Larijani, penasihat Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, memperingatkan bahwa meskipun Iran tidak berniat mengembangkan senjata nuklir, mereka tidak akan memiliki pilihan lain jika menghadapi serangan.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]