Tiga permasalahan yang disorot oleh World Heritage Centre UNESCO:
1. Pembangunan infrastruktur di Pulau
Rinca untuk menyambut G-20 Summit pada tahun 2023 mendatang, serta konstruksi
fasilitas pariwisata di pulau Padar yang tidak memberi tahu pihak Komite.
Baca Juga:
Walikota Jakarta Pusat Dorong Batik Pakaian Santai
2. Target pertumbuhan wisatawan yang
signifikan yang bisa berpotensi mengancam komunitas lokal dan memicu protes
warga lokal.
3. Masalah manajemen properti di area
perairan, termasuk kurangnya penegakan praktik wisata berkelanjutan, contohnya
tidak ada zona larangan melepas jangkar.
Merujuk ke poin pertama, pemerintah
pusat dan Pemprov NTT memang gencar melakukan pembangunan di Pulau Rinca yang
beberapa waktu disorot dan sempat viral.
Baca Juga:
BRIN Ajak Peneliti Global Riset Kesehatan Tanah di ICC MAB Maroko
Viktor tidak menampiknya, ia ingin
menyulap Pulau Rinca jadi destinasi wisata bersifat mass tourism atau wisata masal.
"Pulau Rinca juga menjadi habitat
komodo dan dengan ditetapkan sebagai mass
tourism tentunya kita perlu mengembangkannya," ujar Viktor.
Padahal, apabila
melihat standar UNESCO dalam menetapkan sebuah situs warisan dunia, mass tourism menjadi salah satu hal yang
bertentangan dengan prinsip dasar.