WahanaNews.co | Warga sipil di dekat Kharkiv di Timur laut Ukraina mendapatkanancaman baru.
Mereka menemukan amunisi sekitar dua lusin ranjau kecil yang bisa meledak kapan saja sesuai waktu yang sudah ditentukan.
Baca Juga:
Bantu Rusia, Terungkap Kim Jong Un Kirim Tentara ke Ukraina
Ketika Sergiy, seorang pekerja konstruksi berusia 47 tahun, bangun dari tempat tidur, tak menyangka ladang-ladang sudah dipasangi ranjau.
Awalnya dia mendengar sebuah roket mendarat di dekat rumahnya sekitar pukul 1 dini hari.
Tetapi, tidak terlalu memikirkannya lantaran sudah "terbiasa" dengan suara banyak roket sejak pasukan Rusia menginvasi pada akhir Februari 2022.
Baca Juga:
Selama di Indonesia Paus Fransiskus Tak Akan Naik Mobil Mewah-Anti Peluru
Bunyi-bunyi, remah-remah dan ledakan-ledakan telah menjadi soundtrack yang kejam menemani mereka siang dan malam.
Mereka pun sangat familiar dengan bau asam dari senjata yang tertinggal di udara.
Tapi, apa yang mendarat di halaman rumahnya adalah senjata baru bagi penduduk kota.
Dia merasa terancam dan takut kotanya akan hancur menyusul tempat lainnya.
“Tidak ada yang mengerti apa itu,” kata Sergiy, menolak memberikan nama keluarganya karena takut akan pembalasan.
Senjata mengaum seperti roket apapun, tetapi bukannya meledak seketika.
Mereka mengeluarkan hingga dua lusin ranjau yang meledak pada interval tertentu, membagi kematian dalam beberapa jam sesudahnya.
Rusia telah meluncurkan rudal jelajah, mengirim tank dan menembakkan mortir, artileri dan roket.
Senjata-senjata itu menambah elemen bahaya lain bagi warga sipil yang mencoba menavigasi bagian-bagian lanskap yang hancur.
Tambang itu adalah tabung hijau seukuran satu liter soda, dikemas dengan tiga pon bahan peledak.
Ranjau darat tersebut sering digunakan untuk melumpuhkan tank. Tetapi, dalam kasus Sergiy, putrinya yang berusia 8 tahun terjebak di ladang.
Sang anak bisa saja menginjak ranjau ketika sedang bermain, dan menjadi korban sipil yang seharusnya tidak boleh terjadi.
“Senjata-senjata ini menggabungkan atribut terburuk dari amunisi ranjau darat,” kata Brian Castner, peneliti senjata senior untuk Amnesty International.
"Salah satu dari serangan membabi buta ini melanggar hukum, dan mereka terjadi di atas satu sama lain," kata dia menambahkan. [qnt]