WAHANANEWS.CO, Jakarta - Puluhan ribu warga Pamekasan mendadak kehilangan akses layanan kesehatan gratis mereka, setelah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menghentikan sementara layanan bagi sekitar 50.000 peserta di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur.
Pemutusan layanan ini dilakukan karena Pemerintah Kabupaten Pamekasan menunggak pembayaran iuran BPJS senilai Rp41 miliar selama tujuh bulan, selain adanya pembaruan data penerima bantuan iuran (PBI) nasional berdasarkan Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DT SEN).
Baca Juga:
2026 Iuran BPJS Kesehatan Naik, Menkeu Ungkap Alasannya
Kepala Dinas Kesehatan Pamekasan, dr. Saifudin, membenarkan penghentian layanan tersebut. “Posisi kita saat ini cut off, karena ada tunggakan kurang lebih Rp41 miliar,” ujarnya pada Rabu (8/10/2025).
Menurutnya, penghentian layanan ini bersifat sementara hingga tunggakan dibayarkan. BPJS, kata dia, telah memberikan syarat agar pemerintah daerah melunasi minimal enam bulan dari total tunggakan tersebut. “BPJS memberikan syarat, minimal enam bulan terbayar, tunggakan satu bulan bisa dibayarkan tahun depan,” ucapnya.
Ia menambahkan, pelayanan kesehatan baru akan kembali dibuka setelah pembayaran dilakukan. “Kami masih menunggu kebijakan dari Bapak Bupati, semoga beliau ada terobosan soal ini,” katanya.
Baca Juga:
Kolaborasi Pusat dan Daerah, 166.977 Warga Tercover BPJS Kesehatan, Ngada Pertahankan UHC
Saifudin menjelaskan, untuk sementara masyarakat tidak bisa menggunakan layanan BPJS Kesehatan di fasilitas kesehatan daerah. “Kalau sakit sekarang belum bisa mendapatkan layanan BPJS, harus layanan umum,” tambahnya.
Sementara itu, anggota DPRD Kabupaten Pamekasan, Abd. Rosyid Fansori, mengonfirmasi bahwa sekitar 50.000 peserta BPJS kini tidak bisa lagi menggunakan layanan gratis tersebut. “Belum ada konfirmasi ke pemerintah daerah, kepesertaan BPJS masyarakat mendadak diputus dengan alasan mereka sudah berobat mandiri,” katanya.
Ia meminta adanya evaluasi terhadap proses verifikasi pemutusan peserta PBI nasional berdasarkan DT SEN, karena menurutnya data tersebut belum sepenuhnya akurat. “Dari 50.000 layanan kesehatan yang diputus, tidak semuanya valid, masih ada masyarakat miskin dan membutuhkan layanan gratis,” tegasnya.