WAHANANEWS.CO, Jakarta - Wakil Ketua Hipertensi Paru Indonesia (INA-PH), dr. Hary Sakti Muliawan, menyoroti betapa sulitnya mengidentifikasi hipertensi paru pada tahap awal.
Kondisi tersebut, menurutnya, kerap disalahartikan sebagai keluhan kesehatan umum sehingga banyak pasien tidak menyadari potensi bahaya penyakit ini.
Baca Juga:
Kemenkes Buka 150 Prodi Spesialis untuk Pemerataan Dokter di 514 Kabupaten/Kota
“Gejalanya sering mirip asma atau gangguan jantung, sehingga banyak pasien menunggu bertahun-tahun sebelum mendapatkan diagnosis. Keterlambatan diagnosis ini sering membuat pasien kehilangan waktu untuk mendapatkan pengobatan yang tepat,” ujar dr. Hary dalam acara peringatan Bulan Kesadaran Hipertensi Paru 2025 di Jakarta, Kamis (27/11/2025).
Ia menambahkan, rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat mengenai hipertensi paru dan minimnya kewaspadaan tenaga medis terhadap gejalanya memperburuk situasi.
Karena itu, edukasi publik, pelatihan kompetensi tenaga kesehatan, serta pemeriksaan dini menjadi langkah penting untuk meningkatkan angka deteksi dan mencegah kondisi pasien semakin parah.
Baca Juga:
Menkes Kerahkan Tim Harapan Kita Investigasi Dugaan Penolakan Pasien di Jayapura
Menurut dr. Hary, peningkatan kesadaran dapat memberi peluang lebih besar bagi pasien untuk mendapatkan perawatan yang efektif sejak dini.
Sementara itu, seorang pasien hipertensi paru, Yusnita Dewi, turut membagikan kisah perjuangannya menjalani penyakit yang kerap tidak terdeteksi pada awal kemunculannya.
Ia mengaku proses menuju diagnosis berlangsung sangat lama dan penuh ketidakpastian, bahkan mengganggu kehidupan sehari-harinya.