WahanaNews.co | Sebelum melakukan prosedur aborsi, dengan alasan apapun itu, penting untuk mengetahui dampak potensialnya pada kesehatan reproduksi wanita di masa depan.
Mengutip NHS, aborsi adalah suatu prosedur untuk mengakhiri kehamilan, yang bisa dilakukan dengan minum obat atau menjalani prosedur pembedahan.
Baca Juga:
Kasus Dugaan Persetubuhan Anak dan Aborsi, Polisi Sebut Nikita Laporkan Vadel
Aborsi yang aman terhadap reproduksi wanita hanya dapat dilakukan di bawah perawatan rumah sakit atau klinik berlisensi.
Metode aborsi dibedakan dalam 2 jenis berbeda, yaitu:
Aborsi medis: minum obat untuk mengakhiri kehamilan
Aborsi bedah: prosedur pembedahan untuk menghilangkan kehamilan
Aborsi medis dan bedah umumnya hanya dapat dilakukan hingga usia kehamilan 24 minggu.
Baca Juga:
Neneng Rela Anaknya Disetubuhi Pacar hingga Direkam Demi Kepuasan
Lebih dari usia kehamilan 24 minggu, aborsi dapat dilakukan dengan lebih hati-hati, misalnya ada risiko terhadap kehidupan atau perkembangan janin.
Risiko
Terdapat sejumlah risiko aborsi yang dialami wanita menurut metode yang dilakukan.
Aborsi medis
Mengutip NHS, sebelum 14 minggu usia kehamilan, risiko aborsi medis yang utama adalah:
Membutuhkan prosedur lain untuk menghilangkan bagian janin yang tertinggal di dalam rahim: ini terjadi pada sekitar 70 dari 1.000 wanita.
Komplikasi serius, seperti pendarahan hebat, kerusakan rahim, atau sepsis: ini terjadi pada sekitar 1 dari 1.000 wanita.
Setelah masuk usia kehamilan 14 minggu ke atas, risiko aborsi medis yang uatama, meliputi:
Membutuhkan prosedur lain untuk menghilangkan bagian janin yang tertinggal di dalam rahim: sekitar 13 dari 100 wanita.
Infeksi atau cedera pada rahim: ini terjadi pada sejumlah kecil wanita.
Aborsi bedah
Mengutip NHS, sebelum 14 minggu usia kehamilan, risiko aborsi bedah yang utama adalah:
Membutuhkan prosedur lain untuk menghilangkan bagian kehamilan yang tertinggal di dalam rahim: ini terjadi pada sekitar 35 dari 1.000 wanita.
Komplikasi serius, seperti pendarahan hebat, kerusakan rahim, atau sepsis: ini terjadi pada sekitar 1 dari 1.000 wanita.
Setelah masuk usia kehamilan 14 minggu ke atas, risiko aborsi bedah yang utama meliputi:
Membutuhkan prosedur lain untuk menghilangkan bagian kehamilan yang tertinggal di dalam rahim: sekitar 3 dari 100 wanita.
Pendarahan yang sangat berat: antara sekitar 1 dan 10 dari 100 wanita.
Infeksi: ini terjadi pada sejumlah kecil wanita.
Cedera pada rahim atau pintu masuk ke rahim (leher rahim): ini terjadi pada sejumlah kecil wanita.
Mengutip Scdhec.gov, berikut risiko aborsi terhadap kesehatan reproduksi wanita yang secara umum bisa terjadi dan penting untuk menghubungi penyedia layanan kesehatan segera:
Mulai mengalami demam
Merasakan sakit parah atau nyeri tekan di daerah panggul, perut bagian bawah, dan/atau punggung bagian bawah
Mengalami pendarahan vagina yang sangat berat
Muncul bau yang sangat tidak sedap dari vagina.
Reproduksi di masa depan
Mengutip NHS, ada risiko aborsi yang sangat kecil mempengaruhi kesehatan reproduksi wanita dan kehamilannya di masa depan.
Seorang wanita berisiko memiliki gangguan reproduksi di masa depan, jika mengalami infeksi rahim karena efek aborsi yang tidak segera diobati.
Infeksi dapat menyebar ke salurantuba falopi dan ovarium, yang dikenal sebagai penyakit radang panggul (PID).
PID dapat meningkatkan risiko infertilitas atau kehamilan ektopik.
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi degan kondisi sel telur menanamkan dirinya di luar rahim.
Mengutip Compass Care, aborsi menyebabkan melemahnya serviks, sehingga meningkatkan risiko wanita melahirkan prematur di masa depan.
Dua penelitian menunjukkan bahwa satu pengalaman aborsi yang diinduksi meningkatkan risiko kelahiran prematur di kehamilan berikutnya, yaitu sebesar antara 25-27 persen.
Setelah dua atau lebih aborsi, risiko seorang wanita untuk melahirkan prematur meningkat antara 51-62 persen.
Sebuah penelitian di Kanada pada 2013 menemukan bahwa wanita yang melakukan aborsi memiliki kemungkinan 2 kali lebih besar untuk memiliki anak prematur yang sangat dini (kehamilan 26 minggu).
Kelahiran prematur membawa risiko kesehatan yang serius bagi bayinya.
Bayi yang lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu memiliki peluang yang jauh lebih rendah untuk hidup hingga dewasa.
Bayi yang bertahan hidup memiliki risiko kecacatan serius yang signifikan, termasuk:
Cerebral palsy
Gangguan intelektual
Gangguan perkembangan psikologis
Autisme. [qnt]