“Subvarian ini tampaknya memiliki beberapa mutasi di dominan pengikatan reseptor dari protein lonjakan, jadi kita harus memperhatikannya,” jelas Swaminathan.
Meski begitu, masih terlalu dini untuk mengetahui seberapa baik strain BA.2.75, subvarian Omicron Centaurus yang baru saja dilaporkan terdeteksi di Belanda ini dapat menghindari kekebalan atau seberapa tingkat keparahannya.
Lebih lanjut, Direktur Institut Kesehatan Global di Universitas Jenewa Antoine Flahault menjelaskan bahwa penyebaran BA.2.75 di India mengindikasikannya bisa lebih menular dibandingkan subvarian Omicron BA.5, yang telah mendorong gelombang baru di Eropa dan AS.
Baca Juga:
Kenali Perbedaan Varian Covid EG.5, Delta dan Omicron
“Tampaknya menjadi strain dominan di India, dan apakah itu akan menjadi strain dominan di seluruh dunia,” papar Flahault.
Ia menambahkan, strain dominan sebelumnya seperti Delta, pertama kali mengambil alih negara tempatnya muncul sebelum menyebar ke seluruh dunia.
Kendati begitu, masih belum ada ketidakpastian bagaimana subvarian BA.2.12.1 menjadi strain dominan di AS tapi BA.5 berhasil saat keduanya datang dalam waktu tidak berselang lama.
Baca Juga:
Muncul Varian Covid-19 di Denmark dan Inggris, Masyarakat Diminta Waspada
Menurut Flahault, varian virus corona yang bermutasi secara berturut-turut membuat pengembangan vaksin untuk melawannya lebih sulit. Ini dikarenakan saat satu jab yang menargetkan varian tertentu siap diluncurkan, strain yang lebih baru telah mengambil alih.
Sampel yang dikumpulkan di wilayah utara Gelderland, Belanda pada 26 Juni lalu dipantau secara cermat. Awal bulan ini, Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa mendaftarkan BA.2.75 sebagai varian dalam pemantauan.
Sejauh ini masih terlalu dini untuk mengetahui tingkat keparahan dari infeksi subvarian Omicron BA.2.75.