WahanaNews.co | Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memutuskan mengganti nama penyakit cacar monyet atau monkeypox menjadi Clades. WHO kemudian menambahkan angka Romawi untuk membedakan varian virus.
Penggantian nama ini karena diskriminasi yang banyak dialami monyet di beberapa negara. Virus cacar monyet pada awalnya dinamai seperti itu karena ditemukan pertama kali pada 1958 pada monyet yang sedang diteliti di salah satu laboratorium di Denmark.
Baca Juga:
Bahayakan Kesehatan, BPKN: Waspadai AMDK dengan Bromat Melebihi Batas Aman
Dilansir dari situs resmi WHO, Senin (15/8/2022) sejak saat ini, nama cacar monyet digunakan. Namun, kini nama tersebut dianggap sudah tidak relevan karena penularan virus tidak lagi akibat monyet.
"Penamaan virus yang baru diidentifikasi, penyakit terkait, maupun varian virus harus diberi nama dengan tujuan untuk menghindari pelanggaran terhadap kelompok budaya, sosial, nasional, regional, profesional, atau etnis dan meminimalkan dampak negatif pada perdagangan, perjalanan, pariwisata, dan kesejahteraan hewan," kata WHO.
Untuk mencapai kesepakatan ini, para ahli virologi cacar, biologi evolusioner, dan perwakilan lembaga penelitian dari seluruh dunia dilibatkan untuk meninjau filogeni dan nomenklatur varian yang sudah ditemukan ataupun baru diselidiki.
Baca Juga:
Penyakit Mpox Jadi Darurat Kesehatan Global, Kenali Cara Penularannya
Mereka membahas karakteristik dan evolusi varian virus monkeypox, perbedaan filogenetik dan klinis yang jelas, serta konsekuensi potensial bagi kesehatan masyarakat dan penelitian virologi, pun evolusi di masa depan.
Para ahli mencapai konsensus tentang nomenklatur baru untuk Clades virus yang sejalan dengan praktik terbaik. Mereka sepakat tentang bagaimana Clades virus harus dicatat dan diklasifikasikan di situs repositori urutan genom.
"Konsensus dicapai untuk sekarang merujuk ke bekas Clades Congo Basin (Afrika Tengah) sebagai Clade I dan yang di Afrika Barat Clade II. Additionally, disepakati juga bahwa Clade II terdiri dari dua subclade," jelas WHO.