"Tidak semua bersedia didampingi karena ketakutan. Mereka trauma dan merasa tidak aman untuk bersuara," tuturnya.
Dalam upaya mengurangi dampak perundungan tersebut, beberapa korban sempat dipindahkan ke program studi lain. Meski demikian, tidak semua institusi pendidikan kedokteran bersedia memfasilitasi perpindahan ini, memperumit penanganan kasus.
Baca Juga:
Alkes akan Digeser ke RSUD Pratama Nias Barat, RSP Lologolu di Ujung Tanduk?
“Banyak yang tak berani bicara. Saat dihubungi dan dites, mereka menunjukkan gejala bunuh diri. Ini kondisi yang sangat serius,” tegas Budi.
Lebih lanjut, Budi menyampaikan bahwa beberapa program studi memiliki tingkat pengaduan tertinggi terkait perundungan.
Data yang dihimpun setelah dibukanya kanal aduan menunjukkan bahwa lima program spesialis dengan jumlah kasus bullying tertinggi adalah penyakit dalam, bedah, anestesi, obstetri dan ginekologi (obgyn), serta anak.
Baca Juga:
Menkes Kesal Dengar RS Lologolu Tidak Beroperasi, Instruksikan Alkesnya Dipindahkan ke RSUD Pratama Nias Barat
"Kami membagi pengaduan berdasarkan program studi, dan yang tertinggi adalah penyakit dalam, bedah, anestesi, obgyn, dan anak," kata Menkes Budi saat rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI di Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (30/4/2025).
Data tersebut juga diperkuat dengan hasil koordinasi bersama Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Berikut adalah jumlah kasus bullying di tiap program studi:
• Penyakit dalam: 80 kasus