WAHANANEWS.CO, Jakarta - Lonjakan kasus influenza A khususnya subtipe H3N2 mulai menjadi sorotan otoritas kesehatan karena pola penularannya yang agresif di kawasan Asia Tenggara dan kini dikhawatirkan ikut mencuat di Indonesia, memicu kewaspadaan jelang musim hujan yang biasanya identik dengan peningkatan penyakit saluran napas.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan RI Aji Muhawarman pada Kamis (16/10/2025) mengatakan berdasarkan data FluNet milik Organisasi Kesehatan Dunia WHO, sebagian besar kasus influenza yang terdeteksi di Indonesia berkaitan dengan varian influenza A H3N2 dan saat ini pihaknya tengah memantau secara intensif meski belum merinci daerah dengan jumlah kasus tertinggi.
Baca Juga:
Suhu 38 Derajat Menyengat Indonesia, BMKG Ingatkan Bahaya Heatstroke di Jam Puncak
Menurut Dicky selaku praktisi global health security sekaligus pakar epidemiologi, pola kejadian flu A yang kini mendominasi di sejumlah negara Asia menunjukkan adanya tren regional yang tidak bisa diabaikan.
“Secara regional Asia Tenggara bahkan global, tahun ini influenza A, khususnya subtipe A H3N2 dilaporkan dominan di beberapa zona dan berkontribusi besar terhadap peningkatan kasus,” ujarnya saat dihubungi terpisah.
WHO mencatat peningkatan aktivitas influenza A H3N2 di sejumlah negara Asia Selatan dan Asia Tenggara dan Thailand menjadi salah satu negara dengan lonjakan terbesar dengan mencatat 61 kematian dari total 702.308 kasus sejak 1 Januari hingga 8 Oktober 2025.
Baca Juga:
Israel Langgar 47 Kali Gencatan Senjata, Korban Sipil Terus Bertambah
“Ini menunjukkan gelombang nyata di kawasan ASEAN,” ucap Dicky.
Ia memaparkan bahwa influenza A menjadi penyebab dominan pasien dewasa dirawat karena infeksi saluran pernapasan akut ISPA dan berdasarkan studi klinis rata-rata lama rawat inap akibat varian ini berkisar 9 hingga 10 hari atau lebih panjang dibandingkan infeksi virus lain yang memengaruhi sistem pernapasan.
“Ini mendukung pengamatan bahwa pada gelombang tertentu, flu A bisa menimbulkan beban rumah sakit yang besar, jadi harus waspada,” jelasnya.
Meski demikian, Dicky mengingatkan bahwa dominasi subtipe flu tidak selalu tetap karena sifatnya yang bersifat spasial dan temporal sehingga setiap negara bisa memiliki pola berbeda dan karena itu sistem pemantauan lokal harus berjalan baik.
“Dominasi flu A H3N2 bersifat spasial dan temporal, tidak otomatis semua negara memiliki pola yang sama,” tuturnya.
Ia menegaskan bahwa sistem sentinel di Indonesia harus terus memonitor pergerakan kasus untuk mendeteksi lebih awal potensi lonjakan, apalagi sebagian besar kasus flu memang akan sembuh dalam rentang 1 hingga 2 minggu namun pasien dengan paparan influenza A cenderung mengalami demam lebih lama, batuk berkepanjangan, hingga komplikasi seperti pneumonia sekunder yang membuat masa rawat lebih panjang.
Dicky juga menyebut anak-anak dan lansia berada dalam kelompok paling rentan terhadap infeksi berat influenza A karena daya tahan tubuh yang tidak sekuat orang dewasa dan risiko semakin besar jika dipicu varian baru, ketidaksesuaian vaksin, atau infeksi ganda dengan COVID-19 yang memicu perburukan kondisi klinis.
“Flu A menyebabkan lebih banyak rawat inap dengan durasi lebih lama karena komplikasi pneumonia sekunder, eksaserbasi asma, atau efek batuk berkepanjangan,” ujar Dicky.
Beberapa negara seperti Amerika Serikat bahkan melaporkan musim influenza tahun ini memiliki beban rumah sakit lebih tinggi dibanding musim flu sebelumnya dan ada potensi angka kematian yang ikut meningkat.
Menghadapi tren tersebut, Dicky menekankan pentingnya langkah pencegahan sederhana dari masyarakat mulai dari vaksinasi flu musiman hingga menjaga kebersihan diri agar transmisi penyakit bisa ditekan.
“Kelompok berisiko tinggi harus divaksinasi flu dan gejala berat yang perlu diwaspadai antara lain demam tinggi dan sesak napas,” pungkasnya.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]