Beberapa hal yang prinsipnya melarang, menurutnya, tentu akan bertentangan dengan pengendalian dari sisi harga agar tidak bisa dijangkau oleh golongan masyarakat dan umur tertentu.
"Misalnya dilarang mencantumkan harga jual. Jelas ini akan bertentangan dengan pengendalian dari sisi harga, disamping tentunya transparansi dalam pengenaan cukai yang dikenakan ke masyarakat," ujarnya.
Baca Juga:
YLKI: Konsumen Lebih Aman dengan Kebijakan Kemasan Polos pada Rokok
Tauhid juga menyinggung dalam pasal 449 RPP Kesehatan memuat larangan mengiklankan produk tembakau di media luar ruang, situs, dan/atau aplikasi elektronik komersial, media sosial, dan tempat penjualan produk tembakau.
"Berarti jualan offline dan online dilarang sama sekali," tuturnya.
Adapun efek dominonya, menurut Tauhid, akan menyebabkan anjloknya produksi dan berkurangnya penyerapan tembakau dari petani. Petani jadi tidak bisa menjual tembakaunya, kemudian pabrik juga akan melakukan efisiensi dengan melakukan pengurangan tenaga kerja.
Baca Juga:
Malang Nasib Istri Korban KDRT di Tangerang, Disundut hingga Ditusuk lalu Diusir
"Mereka akan bekerja dimana? Karena tidak mudah dan sulit mengalihkan ke produk tanaman lain. Pemerintah sudah berusaha ke tanaman lain namun banyak gagalnya. Plus buruh industri akan kerja dimana? karena RPP ini tidak memikirkan way out atas larangan tersebut," ujarnya.
Selain itu, menurutnya, jika pemerintah tetap bersikukuh menerbitkan RPP Kesehatan, justru akan membuka semakin tinggi peluang rokok ilegal akan semakin tinggi, karena pelarangan itu akan memunculkan oknum tidak bertanggung jawab memanfaatkan situasi tersebut.
"Artinya, kesehatan juga terganggu dan negara juga dirugikan," ucap Tauhid.