WAHANANEWS.CO, Jakarta - Resistensi antimikroba (AMR) kini menjelma jadi salah satu penyebab utama kematian secara global, bahkan menewaskan lebih banyak orang setiap tahunnya dibandingkan HIV/AIDS dan malaria.
Saat ini, jumlah kematian akibat resistensi antimikroba mencapai 700 ribu orang per tahun, dan angka ini diperkirakan akan meningkat hingga 10 juta kematian per tahun pada 2050.
Baca Juga:
Desa Bakal Jadi Backbone Bahan Baku MBG, Pemerintah Gelontorkan Anggaran Rp 14,2 Triliun
Sebagian besar kasus diperkirakan terjadi di Asia, dengan 4,7 juta kematian, diikuti oleh Afrika dengan 4,1 juta kematian, sementara sisanya tersebar di Australia, Eropa, dan Amerika.
AMR terjadi ketika mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit mengalami perubahan sehingga mereka tidak lagi merespons obat-obatan yang sebelumnya efektif.
Akibatnya, infeksi menjadi semakin sulit diobati, meningkatkan risiko penyebaran penyakit, memperparah kondisi pasien, hingga menyebabkan kematian.
Baca Juga:
Contact Center PLN 123 Raup 14 Penghargaan GCCWA Internasional Tahun 2024, ALPERKLINAS Apresiasi Transformasi Layanan Terbaik Konsumen Listrik
Hal ini menimbulkan ancaman kesehatan global yang serius dan memperumit upaya pencegahan maupun pengobatan.
Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal medis The Lancet mengungkapkan bahwa resistensi antimikroba kini telah menjadi salah satu pembunuh terbesar di dunia.
Para ilmuwan memperingatkan bahwa tanpa tindakan cepat, situasi dapat semakin memburuk. Dalam laporan tersebut, ditekankan bahwa kematian akibat AMR akan meningkat drastis apabila tidak ada langkah pengendalian yang segera diambil.