Namun dia bilang banyaknya proses yang mengiringi peredaran galon isi ulang di masyarakat, termasuk dalam soal pembersihan berulang-ulang sisi dalam galon hingga transportasinya ke tempat-tempat jauh, menandakan peluruhan polimer alias kehadiran mikroplastik yang lebih besar.
Menurutnya, hal serupa bisa diasumsikan terjadi pada minuman bersoda dan sebangsanya yang hadir dalam kemasan plastik.
Baca Juga:
Bahayakan Kesehatan, BPKN: Waspadai AMDK dengan Bromat Melebihi Batas Aman
"Kalau air saja yang netral sudah menyebabkan mikroplastiknya keluar, apalagi yang bertekanan, yang sifatnya asam, yang mudah meluruhkan. Jumlah mikroplastiknya seharusnya lebih banyak. Tapi sekali lagi ini perlu riset khusus," katanya.
Lebih jauh, Agus menyebut riset teranyar lembaganya, sebuah kerja kolaboratif dengan lembaga nirlaba berbasis Jakarta, Greenpeace Indonesia, secara spesifik menyoroti keberadaan mikroplastik pada air minum kemasan galon sekali pakai.
Baca Juga:
Vicky Prasetyo Tawarkan Air Minum Sehat, “Gladiator Mineral Water”
Salah satu pertimbangannya adalah lantaran belum ada riset terkait hal tersebut sejauh ini.
Dia bilang dalam riset lembaga sebelumnya pada 2018, peneliti mendapati adanya mikroplastik pada air minum kemasan botol plastik yang beredar luas di masyarakat.
Temuan itu sejalan riset yang dilakukan peneliti dari Departemen Kimia, State University of New York, Amerika Serikat, setahun sebelumnya.