WahanaNews.co | Menurut Dirjen Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO Tedros Ghebreyesus, di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah diperkirakan 350.000 anak terdiagnosa kanker setiap tahunnya.
"Banyak dari mereka tidak dapat mengakses pengobatan yang mereka butuhkan. Hanya 25 persen dari negara berpenghasilan rendah yang menyertakan obat kanker anak dalam paket tunjangan kesehatan mereka," kata Ghebreyesus saat konferensi pers di Jenewa, belum lama ini.
Baca Juga:
Bahayakan Kesehatan, BPKN: Waspadai AMDK dengan Bromat Melebihi Batas Aman
Dia memperingatkan bahwa kondisi itu membuat anak-anak beserta keluarga mereka berpotensi menerima obat berkualitas di bawah standar dan rusak serta menyebabkan mereka semakin menderita dan kesulitan secara finansial.
"Alhasil, keberlangsungan hidup anak-anak di negara ini kurang dari 30 persen, dibanding dengan di negara-negara berpenghasilan tinggi yang bisa mencapai 90 persen lebih," ujarnya.
Mengingat Inisiatif Global untuk Kanker Anak yang diluncurkan WHO dan kemungkinan mendatangkan kontribusi 15 juta dolar AS (sekitar Rp225 miliar) dari St. Jude Children’s Research Hospital di Amerika Serikat, ia mengatakan "Inisiatif itu bertujuan untuk mencapai keberlangsungan hidup sedikitnya 60 persen di negara berpenghasilan rendah dan menengah pada 2030, yang berfokus pada enam jenis kanker yang sangat dapat disembuhkan dan mewakili lebih dari separuh kasus kanker anak."
Baca Juga:
Penyakit Mpox Jadi Darurat Kesehatan Global, Kenali Cara Penularannya
Menurut WHO, Rumah Sakit St.Jude telah berkomitmen untuk memberikan 200 juta dolar AS (sekitar Rp3 triliun) selama enam tahun untuk membiayai platform tersebut.
Ghebreyesus menambahkan bahwa inisiatif itu kini telah dijalankan di 70 lebih negara, dan lebih dari 20 negara di antaranya telah mengembangkan strategi penanganan kanker yang memprioritaskan anak-anak.
Sementara itu, sejumlah negara telah mengesahkan undang-undang baru yang menyertakan kasus kanker anak ke dalam paket tunjangan kesehatan esensial mereka.