WAHANANEWS.CO, Jakarta - Seorang pria berinisial P (42) mengalami pengeroyokan brutal setelah membatalkan pesanan pekerja seks komersial (PSK) yang ia pesan melalui aplikasi MiChat pada Sabtu (15/11/2025), sebuah insiden yang langsung viral dan memicu kegaduhan publik karena disertai intimidasi, kekerasan fisik, serta perampasan barang pribadi.
Video pengeroyokan tersebut pertama kali diunggah akun TikTok @alfaro23333 sebelum menyebar luas setelah diunggah ulang akun Instagram @jagakarsa_update.
Baca Juga:
Kasus Dugaan Kekerasan Anak Terjadi di Desa Sigumpar Toba
Dalam rekaman itu terlihat P duduk tertekan di depan pintu kamar mandi dengan seorang pria ber-hoodie putih yang berdiri di belakangnya sambil berulang kali mendorong kepala korban.
Di ruangan yang sama, dua perempuan dan satu pria tampak berjoget di depan P sembari menyodorkan botol minuman yogurt, memukulnya dengan sandal jepit, menyiram air ke tubuhnya, hingga mendorong dan menendangnya.
Menurut pengunggah video, peristiwa bermula ketika P membatalkan jasa PSK karena perempuan yang datang tidak sesuai profil aplikasi sehingga perempuan tersebut menolak pembatalan dan memanggil kelompoknya.
Baca Juga:
Kekerasan Terhadap Panitera PN Sibolga Dikecam MA & IPASPI
“Si korban yang dikeroyok itu memesan lewat MiChat, pas korban datang, korban minta cancel karena ceweknya enggak sesuai, nah si cewek menolak untuk di-cancel dan memanggil komplotannya,” kata pengunggah yang dilampirkan @jagakarsa_update.
Kapolsek Jagakarsa AKP Nurma Dewi menyampaikan versi berbeda mengenai pemicu keributan dengan menjelaskan bahwa perempuan berinisial VO memprotes karena alat pengaman yang digunakan P bermasalah dan menyebabkan luka pada tubuhnya.
“Korban melaporkan bahwa dirinya melakukan prostitusi online di MiChat dan bertemu perempuan VO,” ujar Nurma kepada wartawan pada Jumat (21/11/2025).
VO kemudian menuntut ganti rugi sebesar Rp250.000 sementara P mengaku hanya memiliki uang Rp50.000 sehingga situasi memanas dan VO memanggil teman-temannya yang kemudian mengeroyok P serta mengambil ponsel, KTP, STNK, dan kartu ATM miliknya.
Setelah kasus ditangani polisi, seluruh barang korban akhirnya dikembalikan oleh pelaku dan P memilih menyelesaikan perkara secara kekeluargaan.
“Korban P telah membuat surat pernyataan bahwa tidak melanjutkan perkara tersebut karena barang miliknya telah dikembalikan pelaku, sehingga masalah tersebut diselesaikan secara kekeluargaan,” jelas Nurma.
Peristiwa ini kembali menyoroti risiko kekerasan yang muncul dari praktik prostitusi online dan transaksi ilegal melalui aplikasi pesan instan.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]