WahanaNews.co | Tim Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Polri menggelar pra-rekonstruksi kasus dugaan penganiayaan terhadap Muhamad Kosman alias Muhamad Kece di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim.
Namun, dalam pra-rekon itu, Kece tidak dihadirkan.
Baca Juga:
Napoleon Bonaparte Jalani Dakwaan Kasus Dugaan Penganiayaan Kece Hari Ini
"Kece tidak dihadirkan," kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Polisi Andi Rian Djajadi, kepada wartawan, Sabtu (25/9/2021).
Pra-rekon dilakukan Jumat (24/9/2021) malam.
Dalam pra-rekon itu, ada enam calon tersangka dan saksi yang dihadirkan.
Baca Juga:
Muhammad Kece Dituntut 10 Tahun Penjara
Tapi, Andi enggan merinci siapa saja enam calon tersangka yang dimaksud.
Meski demikian, diduga Inspektur Jenderal Polisi Napoleon Bonaparte jadi salah satu calon tersangka dalam kasus ini.
Sebab, Polri mengatakan kalau Napoleon melakukan penganiayaan terhadap Muhammad Kece.
Dia juga melumuri Muhammad Kece dengam kotoran manusia.
Selepas ulahnya itu, jenderal bintang dua itu masuk ke sel isolasi.
"Calon tersangka ada enam orang,” kata dia.
Untuk diketahui, dalam perkara ini, Bareskrim awalnya menerima satu laporan, yaitu LP Nomor: 0510/VIII/2021/Bareskrim, atas nama Muhamad Kosman, pada 26 Agustus 2021, atas dugaan penganiayaan.
Terlapornya adalah Irjen Napoleon Bonaparte, mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri.
Perkara penganiayaan terhadap Kece ini ditindaklanjuti oleh Bareskrim Polri dan sudah tahap penyidikan.
Total sudah ada tiga saksi yang diperiksa pada awal kejadian.
Kece merupakan tersangka kasus penodaan agama karena melecehkan agama Islam dan Nabi Muhammad SAW.
Napoleon, dalam surat terbukanya, mengaku menganiaya Kece karena tak terima dengan kelakuan yang bersangkutan menghina agama Islam.
Adapun status Napoleon ditahan di Rutan Bareskrim Polri terkait perkara suap dan penghapusan red notice buronan Djoko Tjandra.
Dalam kasus itu, Napoleon divonis 4 tahun penjara.
Hakim meyakini, Irjen Napoleon menerima suap dari Djoko Tjandra untuk menghapus status red notice dan DPO di Imigrasi.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karenanya dengan pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan," kata Ketua Hakim, Muhammad Damis. [dhn]