WahanaNews.co | BP2 Tipikor pada Lembaga Aliansi Indonesia (LAI) terus menyoroti pengerusakan dan penyerobotan lahan milik 32 orang petani yang tergabung pada Kelompok Tani Hutan Produksi Teluk Bayur, dengan luas keseluruhan sekitar 64 hektare di Desa Teluk Bayur, Kecamatan Teluk Bayur, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur (Kaltim) diduga dilakukan pihak PT Supra Bara Energi (PT SBE).
Ketua BP2 Tipikor, Agustinus P.G, mengatakan masalah ini seperti perusahaan mafia dan telah melaporkan mantan Kapolres Berau, Kasat Reskrim dan II (dua) dan penyidik yang ditunjuk kepada Kapolri, Kadiv Propam dan Irwasum Mabes Polri, terkait laporan para kelompok tani tahun 2015 lalu, yang diduga tidak di proses, termasuk dugaan melarikan pokok perkara dengan indikasi menyelamatkan pimpinan atau direktur PT SBE.
Baca Juga:
Tragis! Mantan Kades, Istri, dan Cucu Tewas Diduga Keracunan Gas Genset
Pihaknya menilai, ini seperti perusahaan mafia? Terkesan arogan dan tak takut akan dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan, seolah ada oknum dan aktor besar di belakangnya, ujarnya.
“Sikap pihak PT SBE kepada para petani sudah kelewat batas. Kami akan terus mengkawal permasalahan ini hingga selesai, termaksud proses hukumnya dan pelangarannya yang terindikasi adanya kerugian negara. Tak hanya itu, dugaan hasil kayu yang di rambah, lubang bekas galian yang banyak tidak di rapihkan kembali, termaksud penanaman pohon yang belum sepenuhnya dilakukan, harusnya menjadi catatan kepada Pemerintah Pusat dan Daerah, khususnya aparat penegak hukum (APH),” tegasnya Agustinus, Minggu (23/4/2023).
Agustinus mengatakan, dalam waktu dekat pihaknya akan mendesak para petinggi negara, khususnya KPK, Kapolri, Menteri ESDM, Menteri ATR BPN, Menteri LHK, Ketua Komisi III DPR RI, BPK RI dan Menteri Polhukam untuk turun ke Berau melihat persoalan ini.
Baca Juga:
Pilgub Kaltim: Pleno KPU Rudy-Seno Unggul dengan 55,7 Persen
Pihaknya mensinyalir ada oknum dan aktor besar yang turut dan ikut bersekongkol di balik aktivitas PT SBE yang diduga melakukan banyak perbuatan melawan hukum. Pihaknya mendesak untuk bongkar dugaan persekokolan tersebut, tegas Agustinus.
Sementara itu Ketua Kelompok Tani Hutan Produksi Teluk Bayur, Bachtiar didampingi Johar, Taufik, Irwansyah dan Andi, membenarkan telah melaporkan PT SBE ke Polda Kaltim. Namun penanganan perkaranya dilimpahkan ke Polres Berau.
Sebelumnya, pada tahun 2015 lalu pihaknya sudah melaporkan dugaan adanya penyerobotan lahan dan pengerusakan lahan mereka, namun perkembangan dan hasil laporannya tidak jelas kelanjutannya. Pihaknya mendesak Pemerintah khususnya aparat penegak hukum serius menangani permasalahan ini.
“Kami menerima dua surat dari Kapolda Kaltim, yang ditandatangani oleh Wadirreskrimum AKBP. Roni Faisal Saiful Faton. Pertama perihal pelimpahan dumas ke Polres Berau, ke dua surat perihal SP2HP (Surat Pemberihauan Perkembangan Hasil Pengawasan Penyelidikan). Harapanya pihak Polres Berau lebih cepat menangani masalah ini, yang sudah lama terkatung-katung. Kami merasa terzalimi. Apa yang dilakukan pihak SBE sudah di luar batas dan seakan semaunya. Kami hanya meminta ganti rugi atas penyerobotan lahan dan pengerusakan lahan kami,” kata Bachtiar, sambil menunjukan ke dua surat tersebut.
Dugaan korupsi pada aktivitas PT SBE
Agustinus menjelaskan, bukan saja adanya dugaan tindak pidana atas lahan puluhan para petani yang di rusak dan diserobot oleh pihak PT SBE demi mendapatkan Batubara.
Pihaknya juga mempertanyakan luas lahan konsesi yang telah mengantongi izin, termaksud dugaan ribuan pohon yang telah berusia puluhan tahun yang di rambah dan hasilnya entah kemana. Pihaknya menuding aktivitasnya diduga illegal dan disinyalir ada oknum dan aktor besar yang membekingi PT SBE.
“Hasil investigasi kami, luasnya tambang terbuka Batubara yang digarap PT SBE, disinyalir tidak memiliki WMP (water monitoring point), sehingga patut diduga kualitas air tambang yang telah di olah untuk memastikan air yang masuk ke dalam badan air tidak memenuhi baku mutu lingkungan yang berlaku. Patut diduga kegiatanya tidak memperhatikan pengelolaan lingkungan, sesuai rencana awal penambangan. Laporan tentang analisa dampak lingkungan dan diterimanya laporan tersebut, patut untuk dipertanyakan kebenarannya,” jelas Agustinus.
“Kami menilai, apa yang dilakukan oleh pihak PT SBE sudah sangat di luar batas. Dari data-data, informasi dan hasil investigasi kami, patut diduga telah terjadinya tindak pidana pengerusakan, penyerobotan, pencemaran lingkungan, termaksud dugaan pencurian aset negara (korupsi) yang bila terbukti bisa dijerat pencucian uang. Pihak pemerintah terkait dan aparat hukum terkesan tutup mata, indikasinya kegiatan PT SBE terus berjalan, kisruh para kelompok tani dengan pihak PT SBE, 11 tahun lebih belum juga bisa diselesaikan. Kami konsisten dan akan serius mendampingi para petani, termaksud melaporkan pihak yang diduga bersekongkol,” tegas Agustinus, Kamis (27/04/2023).
Korban baru pihak PT SBE
Tak hanya para Kelompok Tani Hutan Produksi Teluk Bayur yang diduga menjadi korban penyerobotan lahan dan pengerusakan lahan oleh pihak PT SBE.
Alimin (74 tahun), salah seorang petani yang juga mengaku lahannya di rusak dan diserobot oleh pihak PT SBE, pada bulan Oktober 2022 lalu dengan luasan sekitar 4 (empat) hektare, di Desa Teluk Bayur, Kecamatan Teluk Bayur, Kabupaten Berau, Kaltim. Hingga saat ini belum juga mendatakan ganti rugi.
“Jangankan ganti untung, etikat baik PT SBE untuk menganti rugi lahan saya yang seenaknya diserobot sampai saat ini belum ada realisasinya. Saya memiliki dokumen kepemilikan atas tanah yang saya miliki. Bahkan SPPTnya tahun 2022 lalu, dengan nomor wajib pajak (NOP) 64.03.080.001.022-0179.0, sudah saya bayar, setorkan. Pemerintah dan aparat hukum terkait harus cepat menyelesaikan pemasalahan kami para petani,” harap Lato, panggilan akrab Alimin, yang kini tergabung pada para Kelompok Tani Hutan Produksi Teluk Bayur yang juga diduga korban PT SBE.
[Redaktur: Alpredo]