"Dari pengakuan tersangka, jaringan ini sudah melakukan aktivitas sejak tahun 2019 di mana WNI yang direkrut dan diberangkatkan serta dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial di Australia kurang lebih sebanyak 50 orang, dan tersangka mendapatkan keuntungan sekitar Rp500 juta," ucap dia.
Keterangan tersebut kemudian diteruskan kepada AFP dan menjadi tambahan bukti pendukung bagi AFP untuk melakukan proses hukum kepada tersangka SS alias Batman. Akhirnya, tersangka Batman ditangkap pada tanggal 10 Juli 2024, dan kini sedang ditahan oleh kepolisian Australia.
Baca Juga:
Polresta Bogor Razia Penginapan Diduga Tempat Prostitusi, 38 Orang Diamankan
Barang bukti yang disita salah satunya adalah 28 paspor milik WNI yang saat ini tengah didalami apakah paspor tersebut milik korban atau bukan.
Tersangka dijerat dengan Pasal 4 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp600 juta.
Untuk langkah selanjutnya, Dittipidum Bareskrim Polri akan terus bekerja sama dengan AFP, Divhubinter Polri, dan Kementerian Luar Negeri untuk melakukan penelusuran lebih lanjut.
Baca Juga:
Prostitusi Modus Terapis Pijat di Jakut Dibongkar, Tarif Rp2 Juta Korban Dibayar Rp100 Ribu
"Kerja sama ini untuk menelusuri tersangka lainnya dan untuk membantu mengidentifikasi para korban yang telah diberangkatkan oleh jaringan ini," pungkas dia.
Perekrut korban TPPO bermodus membawa Warga Negara Indonesia (WNI) ke Australia untuk dieksploitasi menjadi pekerja prostitusi, mengharuskan korban memberikan jaminan berupa utang.
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa, (23/7/2024 mengatakan informasi tersebut didapatkan setelah penyidik menyita barang bukti laptop milik tersangka berinisial FLA yang berperan sebagai perekrut dan menyiapkan visa serta memberangkatkan korban.