WAHANANEWS.CO, Jakarta - Siapa sangka ruang sidang bisa berubah menjadi panggung ketegangan saat nama besar seperti Nikita Mirzani dituntut hukuman belasan tahun penjara karena tuduhan pemerasan dan pencucian uang, membuat suasana publik tersentak dan mata tertuju pada setiap gerak hakim dan jaksa.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyampaikan tuntutan tersebut di ruang sidang Oemar Seno Adji Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis (9/10/2025) dan mengungkap delapan poin yang memberatkan, menyebut bahwa perbuatan Nikita tidak hanya merugikan korban secara materiil tetapi juga mencoreng martabat orang lain di mata publik.
Baca Juga:
Sidang Ricuh, Nikita Mirzani Tunjuk Jaksa Sambil Joget di Ruang Pengadilan
Menurut jaksa, Nikita telah meresahkan masyarakat dalam skala nasional karena aksinya tidak hanya terjadi di ruang tertutup tetapi juga disertai ancaman penyebaran konten negatif ke media sosial yang memperluas dampak sosial dari perbuatannya.
Jaksa menegaskan bahwa Nikita menikmati hasil kejahatan, tidak bersikap sopan di persidangan, dan tindakannya dinilai tidak menunjukkan penyesalan karena terus berbelit-belit saat memberikan keterangan di hadapan majelis hakim.
"Terdakwa berbelit-belit di persidangan, terdakwa tidak mengakui perbuatan, terdakwa sudah pernah dihukum, terdakwa tidak menghargai jalannya persidangan," ujar jaksa di hadapan majelis yang dipimpin hakim di PN Jakarta Selatan.
Baca Juga:
Sidang Reza Gladys Memanas, Nikita Mirzani Ngamuk Saat Saksi Ditanya
Jaksa menyebut satu-satunya hal yang meringankan adalah fakta bahwa Nikita masih memiliki tanggungan keluarga yang bergantung padanya secara ekonomi.
Atas dasar pertimbangan tersebut, jaksa meminta majelis hakim menjatuhkan pidana 11 tahun penjara dan denda sebesar Rp2 miliar subsider 6 bulan kurungan sebagai hukuman yang dianggap setimpal dengan perbuatannya.
Dalam uraian tuntutan, jaksa menyatakan bahwa berdasarkan fakta persidangan, Nikita terbukti melakukan tindak pidana pemerasan dengan ancaman serta tindak pidana pencucian uang atau TPPU sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat 10 huruf A juncto Pasal 27B ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Kasus ini turut menyeret asisten pribadi Nikita yang bernama Ismail Marzuki alias Mail Syahputra yang disebut berperan dalam mengeksekusi permintaan uang dari pihak korban dengan dalih untuk menutup komentar buruk soal produk skincare milik PT Glafidsya RMA Group.
Perusahaan kecantikan tersebut diketahui dimiliki oleh Reza Gladys yang merasa diancam oleh Nikita karena akan dijadikan target komentar negatif di media sosial jika tidak memenuhi permintaan uang tutup mulut.
Dalam prosesnya, uang sebesar Rp4 miliar disebut jaksa diberikan secara bertahap oleh Reza Gladys kepada Ismail Marzuki dan kemudian diteruskan kepada Nikita yang menggunakan dana itu untuk kepentingan pribadi.
Jaksa turut mengungkap bahwa Nikita menggunakan sebagian dari uang Rp4 miliar itu untuk membayar angsuran rumah di kawasan Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang yang dibeli melalui perusahaan properti PT Bumi Parama Wisesa.
Jaksa juga menegaskan bahwa perbuatan Nikita melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP dan menilai tindakannya telah memenuhi unsur untuk dinyatakan bersalah secara hukum.
Sebelumnya dalam surat dakwaan yang dibacakan pada Juni lalu, jaksa menyebut adanya aliran dana mencurigakan yang digunakan Nikita bukan hanya untuk kebutuhan konsumtif tetapi juga untuk memperkuat aset pribadi berupa properti mewah di kawasan elit BSD.
Dalam keterangan itu, jaksa menyatakan bahwa pola transaksi keuangan yang dilakukan Nikita menunjukkan adanya upaya menyamarkan sumber dana untuk menghindari pelacakan aparat penegak hukum terkait asal uang yang diterimanya dari hasil pemerasan.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]
CAPTION: Suasana tegang menyelimuti ruang sidang saat nama Nikita Mirzani disebut dalam tuntutan hukuman 11 tahun penjara terkait kasus pemerasan dan pencucian uang.