WAHANANEWS.CO, Jakarta - Sebuah angka mencengangkan datang dari BPJS Kesehatan. Sebanyak 23 juta peserta diketahui masih menunggak iuran dengan nilai total yang kini menembus lebih dari Rp10 triliun.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, mengungkapkan fakta ini saat menghadiri acara di Kampus 3 Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Yogyakarta.
Baca Juga:
DPR Sambut Baik Rencana Pemerintah Hapus Tunggakan 23 Juta Peserta BPJS Kesehatan
Ia menyebut pemerintah tengah menyiapkan skema pemutihan agar peserta yang benar-benar tidak mampu bisa memulai kembali kepesertaan tanpa terbebani utang lama.
"Mengenai triliunnya yang jelas itu lebih dari Rp10 triliun. Dulunya di Rp7,6 triliun, Rp7,691 (triliun) ya, tapi itu belum masuk yang lain-lain. Itu baru yang pindah komponen," ujar Ali.
Menurutnya, kelompok peserta yang masuk kategori tidak mampu memang tak akan sanggup melunasi tunggakan mereka, sekeras apa pun penagihan dilakukan.
Baca Juga:
Ribuan Korban Keracunan MBG, BPJS Ingatkan: Hanya Peserta yang Dijamin, KLB Ditanggung Daerah
"Bagi yang tidak mampu ini, meskipun ditagih-tagih dengan peraturan perundangan yang sekarang enggak akan keluar, memang enggak mampu, uangnya enggak ada," kata Ali Ghufron.
Oleh karena itu, ia mengapresiasi langkah pemerintah yang tengah menggodok kebijakan pemutihan sebagai langkah realistis sekaligus memberi napas baru bagi jutaan peserta.
"Lebih baik 'fresh' ya, diulangi lagi nanti mulai dari nol. Yang sudah dia punya utang-utang itu dibebaskan," tuturnya.
Ali menambahkan bahwa keputusan akhir mengenai rencana pemutihan tersebut akan disampaikan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto atau Menteri Koordinator bidang Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM) setelah pembahasan di tingkat pemerintah rampung.
"Kalau enggak Presiden, ya Pak Menko PM, tetapi intinya saya kira itu bagus," ucapnya.
Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengatakan pemerintah masih melakukan proses penghitungan dan verifikasi untuk memastikan akurasi data peserta yang akan mendapat pemutihan tunggakan.
"Sedang kita hitung semua ya, baik kriteria, kemudian jumlah, karena misalnya ada data yang harus kita verifikasi karena ternyata perubahan dari kelas tertentu ke kelas tertentu tapi masih ada tunggakan di kelas yang lama," jelas Prasetyo di Jakarta, Jumat (17/10/2025).
Ia berharap kebijakan ini bisa segera direalisasikan tahun ini, setelah seluruh proses verifikasi dan penghitungan tuntas.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]