"Integritas dan independensi adalah mahkota ASN, jangan dipertaruhkan hanya karena kepentingan politik. Sebagai ASN, jadikan pelayanan publik sebagai orientasi utama," kata Robert.
Anggota KASN, Arie Budhiman menyampaikan lima kategori terbanyak pelanggaran netralitas ASN. Pertama, kampanye/sosialisasi media sosial (30,4 persen).
Baca Juga:
Hak Masyarakat Tidak Terabaikan, Hasan Slamat: Perkuat Jaringan Pengawasan Terhadap Pelayanan Publik
Kedua, mengadakan kegiatan yang mengarah keberpihakan kepada salah satu calon/bakal calon (22,4 persen). Ketiga, melakukan foto bersama bakal calon/pasangan calon dengan mengikuti simbol gerakan tangan/gerakan yang mengindikasikan keberpihakan (12,6 persen).
Keempat, menghadiri deklarasi pasangan bakal calon/calon peserta pilkada (10,9 persen). Kelima, melakukan pendekatan ke partai politik terkait pencalonan dirinya atau orang lain sebagai calon/bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah (5,6 persen).
Arie mengungkapkan, tantangan pengawasan netralitas ASN dalam pemilu semakin kompleks, terutama munculnya praktik birokrasi berpolitik.
Baca Juga:
Ombudsman Gorontalo Kunjungi Lapas Pohuwato Pastikan Kualitas Layanan Publik di UPT Kemenkumham
Menurut dia, komitmen dan narasi positif antarlembaga pengawas perlu dibangun menuju solidaritas birokrasi untuk mewujudkan upaya peningkatan kualitas pelayanan publik dan netralitas ASN pada pemilu.
"Pada pelaksanaan pemilu yang perlu diperhatikan apakah ada upaya mobilisasi ASN. Selain itu, perlu adanya mitigasi Pemilu 2024 yang dasarnya adalah praktik baik di kementerian/lembaga dan temuan di lapangan," kata Arie.
Berdasarkan data KASN 2020-2021, 2.034 ASN dilaporkan melakukan pelanggaran netralitas ASN dengan 1.596 ASN atau 78,5 persen di antaranya terbukti melanggar dan dijatuhkan saksi. Di antara yang terbukti tersebut, 1.373 atau 86 persen telah ditindaklanjuti Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dengan penjatuhan sanksi.