WAHANANEWS.CO, Jakarta - Indonesia menghadapi permasalahan serius dalam pengelolaan sampah dengan jumlah timbunan nasional mencapai 31,9 juta ton per tahun, berdasarkan data Sistem Informasi Pengolahan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2023.
Dari jumlah tersebut, hanya 63,3% sampah yang dapat dikelola, sementara 35,67% atau sekitar 11,3 juta ton masih tidak terkelola dengan baik.
Baca Juga:
Pengelolaan Sampah Jadi Solusi Lingkungan dan Target Bisnis, ALPERKLINAS Apresiasi Pemerintah yang Tetapkan Tarif Listrik Dari PLTSa Sebesar 18-20 Sen Per KWh
Ketua Umum DPP MARTABAT Prabowo-Gibran, KRT Tohom Purba, menyoroti fakta tersebut sebagai salah satu krisis lingkungan yang perlu segera diatasi dengan pendekatan strategis.
Menurutnya, potensi pengelolaan sampah yang belum optimal ini justru bisa menjadi peluang besar jika ditangani dengan benar.
"Ada 113 juta ton sampah di seluruh Indonesia yang sebenarnya memiliki potensi ekonomi besar melalui pendekatan sirkular ekonomi. Namun, saat ini yang kita hadapi adalah ketidakmampuan sistem untuk memanfaatkan potensi tersebut," ujar Tohom, Senin (27/1/2025).
Baca Juga:
Pemkot Tangsel Sudah Terapkan, MARTABAT Prabowo-Gibran Desak Pemerintah Pusat dan Pemda Laksanakan Perpres Pengelolaan Sampah Jadi Energi Lewat PLTSa
Pembentukan Badan Persampahan Nasional
Sebagai bagian dari langkah konkret untuk menyelesaikan masalah ini, MARTABAT Prabowo-Gibran mendesak pemerintah membentuk Badan Persampahan Nasional (BPN).
Badan ini, menurut Tohom, harus bersifat independen dan memiliki otoritas penuh untuk mengatur, mengelola, dan memaksimalkan potensi sampah di seluruh Indonesia.
"Persoalan ini tidak bisa lagi ditangani secara parsial oleh daerah. Kita butuh koordinasi tingkat nasional yang terpusat, yang memungkinkan kolaborasi antardaerah serta lintas kementerian. Badan khusus ini bisa menjadi jawaban atas stagnasi pengelolaan sampah di Indonesia," jelasnya.
Tohom mengungkapkan bahwa pendekatan kebijakan harus melibatkan seluruh lapisan masyarakat, mulai dari pemerintah pusat, daerah, hingga komunitas lokal.
"Sampah bukan hanya limbah, tetapi sumber daya yang bisa menghasilkan energi, produk daur ulang, bahkan menciptakan lapangan pekerjaan," katanya.
Sampah Sebagai Aset Strategis
Tohom menguraikan bahwa pembentukan Badan Persampahan Nasional juga harus diiringi dengan transformasi budaya masyarakat dalam memandang sampah.
"Kita perlu mengubah paradigma dari ‘membuang’ menjadi ‘mengelola.’ Kesadaran kolektif ini harus didukung oleh kebijakan yang mempermudah akses masyarakat untuk terlibat, misalnya dengan insentif untuk daur ulang atau bank sampah," tambahnya.
Selain itu, Tohom menilai teknologi modern seperti Refuse-Derived Fuel (RDF) dan biomassa untuk cofiring di pembangkit listrik harus diperluas.
Ia menyebut contoh sukses PT PLN Indonesia Power yang mampu memanfaatkan sampah menjadi bahan bakar alternatif sebagai inovasi yang bisa diadopsi secara nasional.
"Kami percaya bahwa dengan teknologi yang tepat dan kebijakan yang mendukung, pengelolaan sampah bisa menjadi salah satu tulang punggung ekonomi hijau Indonesia. Pemerintah harus melihat ini sebagai peluang strategis, bukan hanya beban operasional," tegas Tohom.
Harapan dan Tantangan
KRT Tohom juga menggarisbawahi tantangan yang dihadapi, mulai dari kurangnya infrastruktur pengelolaan sampah, keterbatasan lahan untuk tempat pembuangan akhir (TPA), hingga kesenjangan kesadaran masyarakat.
Namun, ia optimistis bahwa melalui kepemimpinan yang kuat, sinergi antara pemerintah dan masyarakat, serta pembentukan BPN, Indonesia dapat mengelola 113 juta ton sampah tersebut menjadi sumber daya yang bermanfaat.
"Jika kita tidak bertindak sekarang, masalah ini hanya akan menjadi bom waktu yang memperburuk kualitas hidup masyarakat. Inilah saatnya pemerintah bertindak tegas, karena kita tidak sedang membicarakan masa kini saja, tetapi masa depan generasi mendatang," tutupnya.
[Redaktur: Sandy]