WahanaNews.co | Di tahun 2022 kemarin, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mencatat ada sekitar 9.588 kasus kekerasan seksual terhadap anak.
KemenPPPA menyatakan jumlah tersebut terbilang naik dari tahun sebelumnya, yakni 4.162 kasus. Sehingga dengan kondisi demikian, Indonesia dinyatakan darurat kekerasan seksual terhadap anak.
Baca Juga:
KemenPPPA: Perlu perlindungan konsumen berperspektif gender
"Kita diingatkan bahwa ada satu kondisi dengan penekanan bahwa Indonesia darurat kekerasan seksual," kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar di kantornya, Jakarta Pusat, kemarin.
Nahar menjelaskan modus dan faktor penyebab kekerasan seksual terhadap anak beragam. Salah satu yang paling ia sorot adalah dampak dari kecanduan menonton pornografi.
Ia banyak menemukan pelaku kekerasan seksual yang dilakukan oleh sesama anak karena terpengaruh pornografi.
Baca Juga:
Rentan Terjerat Pinjol, Perempuan Diminta Tidak Hedonisme
"Seringkali enggak habis pikir kenapa kasus itu terjadi, enggak habis pikir teman melakukan kekerasan ke temannya, ibu melakukan kekerasan ke anaknya, ayah ke putrinya," ujarnya.
Menurutnya, semua pihak harus menganggap permasalahan tersebut serius, sehingga bisa menekan atau mencegah kasus serupa terjadi lagi.
"Ini harus bersama," ujarnya.
Sebelumnya, marak kekerasan seksual terjadi pada anak. Terbaru, seorang siswi TK diperkosa oleh anak SD berusia 8 tahun di Mojokerto, Jawa Timur.
Korban sempat menceritakan kepada psikolog yang melakukan pemeriksaan terhadap dirinya bahwa pemerkosaan itu sudah lima kali dia alami, dan dilakukan salah satu bocah terduga pelaku. Sedangkan dua terduga pelaku lain hanya terlibat pada tanggal 7 Januari 2023.
"Yang empat kali sepanjang 2022 di rumah salah seorang pelaku persis di sebelah rumah korban. Ketika kedua orang tua pelaku bekerja jualan sayur sehingga tidak ada orang di rumah," ujar Krisdiyansari, pendamping korban.
Krisdiyansari menjelaskan bahwa saat ini korban masih enggan sekolah karena malu. Anak perempuan berusia 6 tahun itu sangat membutuhkan trauma healing.
"Sekarang korban tidak sekolah lagi karena teman-temannya sudah pada tahu. Psikolog cuma pemeriksaan, kalau sampai terapi belum ada," ujarnya. [sdy]