WahanaNews.co, Jakarta - Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa ia belum mendapat informasi mengenai laporan polisi terhadap mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo ke Bareskrim Polri.
Laporan tersebut berkaitan dengan pernyataan Agus yang menyebut bahwa Jokowi pernah meminta dia untuk menghentikan penyidikan terkait kasus korupsi E-KTP yang melibatkan Setya Novanto.
Baca Juga:
Didominasi Penegak Hukum, MAKI: Pimpinan Baru KPK Tak Mewakili Masyarakat dan Perempuan
"Belum tahu, saya belum tahu," ujar Jokowi singkat, saat memberikan keterangan pers di kawasan Monumen Nasional (Monas) Jakarta Pusat pada Jumat (15/12/2023), mengutip Kompas.
AAgus Rahardjo dilaporkan ke Bareskrim Polri sebagai hasil dari pernyataannya dalam suatu wawancara yang dianggap mencemarkan nama baik Presiden Jokowi. Pada Senin (11/12/2023), Dewan Pimpinan Pusat Persaudaraan Aktivis dan Warga Nusantara (DPP Pandawa Nusantara) mengadukan Agus Rahardjo terkait hal ini.
Sekjen DPP Pandawa Nusantra, Faisal Anwar, menjelaskan bahwa laporan masyarakat yang diajukan oleh pihaknya ke Bareskrim Polri berkenaan dengan pernyataan Agus Rahardjo dalam program "Rosi Kompas TV" berjudul 'Eks Ketua KPK Ungkap Kinerja Firli hingga Pernah Diperintah Jokowi Hentikan Kasus Setnov', yang ditayangkan pada Kamis (30/11/2023) pukul 20.30 WIB.
Baca Juga:
Setyo Budiyanto Terpilih sebagai Ketua KPK: OTT Tetap Senjata Utama
Faisal menyatakan bahwa dalam laporan tersebut, Agus Rahardjo diduga telah menyebarkan fitnah dan mencemarkan nama baik Presiden Jokowi.
Upaya hukum yang diambil oleh pihaknya terhadap Agus Rahardjo bertujuan untuk menjaga martabat dan kehormatan Presiden RI.
Faisal menilai bahwa Presiden Jokowi berpotensi menjadi pusat perhatian publik terkait dugaan adanya upaya menghambat penyidikan, yang dikenal dengan istilah obstruction of justice.
"Oleh karena itu, penting untuk benar-benar diselesaikan, jangan ada polemik yang menjadi beban bagi Presiden Jokowi di akhir masa jabatannya," ucap Faisal.
Sebelumnya, dalam wawancaranya di program Rosi Kompas TV, Agus mengaku pernah dipanggil Presiden Jokowi pada 2017 dan diminta untuk menghentikan kasus korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto (Setnov).
Adapun Setnov saat itu menjabat sebagai Ketua DPR RI dan Ketua Umum Partai Golkar, salah satu parpol pendukung Jokowi.
Saat itu, Agus merasa heran karena biasanya presiden memanggil lima pimpinan KPK sekaligus.
Ketika memasuki ruang pertemuan, Agus mendapati Jokowi sudah marah.
Setelah duduk ia baru memahami bahwa Jokowi meminta kasus yang menjerat Setnov disetop KPK.
Namun, Agus menolak perintah Jokowi.
Karena Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) untuk kasus e-KTP dengan tersangka Setnov sudah diterbitkan tiga minggu sebelumnya.
Menanggapi hal tersebut, Presiden Jokowi menyatakan bahwa ia telah memerintahkan Sekretariat Negara (Setneg) untuk memverifikasi apakah ada pertemuan dengan Agus pada tahun 2017.
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh Setneg, tidak ditemukan catatan mengenai agenda pertemuan sebagaimana yang dijelaskan oleh Agus.
"Saya suruh cek, saya sehari kan berapa puluh pertemuan. Saya suruh cek di Setneg enggak ada. Agenda yang di Setneg enggak ada. Tolong dicek lagi saja," ujar Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (4/12/2023).
Kepala Negara meminta masyarakat untuk mengingat kembali liputan berita pada bulan November 2017. Saat itu, dia telah meminta agar Setnov menjalani proses hukum yang berlaku.
Setelahnya, proses hukum terus berlanjut dan Setnov akhirnya divonis hukuman penjara selama 15 tahun.
Oleh karena itu, Kepala Negara mengajukan pertanyaan mengapa peristiwa yang terjadi enam tahun lalu kembali diangkat dan diungkapkan.
"Terus untuk apa diramaikan itu? Kepentingan apa diramaikan itu? Untuk kepentingan apa?" tegasnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]