Terkait hal itu, Ismail menilai publik
lebih suka membahas small talk selama
itu bersifat kontroversial.
Menurutnya, hal itu berbahaya, karena ke depan publik akan mudah dialihkan perhatiannya dari
hal-hal besar dan esensial bagi masa depan bangsa.
Baca Juga:
Ketua PWI Subulussalam Sebut Peran Pers Pilkada, Mengedukasi Pemulih dan Cegah Berita Hoax
Ismail juga menyinggung para akademisi
yang tidak berminat atau berani menyampaikan pemikirannya secara terbuka,
membangun diskursus di kalangan cendekiawan dan publik tentang isu penting
di media sosial.
Dia menduga, peneliti
lebih aktif di lingkungan tertutup, seperti WA group dan webinar.
Dari SNA, dia berkata, tampak bahwa hanya klaster kontra-pemerintah
yang banyak dan konsisten mengangkat isu BRIN.
Baca Juga:
Foto-Video Mesra Khenoki Waruwu dan Kadis Pariwisata Beredar di Medsos, Plt. Bupati Nias Barat: Memalukan!
Dia melihat, mereka
tak banyak yang membahas "babi ngepet".
Jika klaster ini tidak bersuara, dia
memprediksi medsos Indonesia sudah ditutup oleh isu "babi
ngepet" yang sempat menghebohkan warga Depok.
"Semoga ini bukan tanda 'matinya
kepakaran' di Indonesia. Kalau iya, yang rugi adalah seluruh bangsa ini,"
ujar Ismail. [qnt]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.