Untuk itu, ia menekankan bahwa kondisi tersebut harus menjadi perhatian bersama karena permasalahan kesehatan tidak bisa dilihat hanya dari segi fisik belaka.
"Permasalahan kesehatan tidak cukup dari fisik stunting atau tidak stunting, tetapi juga jiwanya, jadi bangunlah jiwanya, bangunlah badannya," ucap Hasto.
Baca Juga:
Kemen PPPA Sebut Kampung Ilmu Bisa Dorong Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga
Sebelumnya, Hasto Wardoyo mengatakan bahwa tingginya angka perceraian di Indonesia disebabkan oleh orang-orang yang memberikan dampak buruk pada orang lain atau toxic people.
"Saat ini angka perceraian tinggi karena banyak keluarga asalnya adalah orang toksik bertemu orang waras, orang waras bertemu orang toksik, atau orang toksik bertemu yang toksik juga, akhirnya berkelahi terus dan terjadilah perceraian,” kata Hasto, melansir Antara.
Hasto menyampaikan pandangan ini ketika menjadi pembicara pada Konsolidasi Nasional Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) di Jakarta Timur beberapa waktu lalu.
Baca Juga:
BKKBN Sultra Edukasi Gizi dan Cegah Anemia bagi Siswa MA PESRI Kendari
Dia mencatat bahwa sejak tahun 2015, angka perceraian mengalami peningkatan signifikan. Bahkan, pada tahun 2021, jumlah keluarga yang bercerai mencapai 581 ribu, sedangkan jumlah pernikahan dalam setahun mencapai 1,9 juta.
Untuk mengatasi lonjakan angka perceraian, Hasto menyoroti pentingnya pendidikan dalam lingkungan keluarga dengan pendekatan asah (memberikan ilmu agama yang baik), asih (memberikan kasih sayang secara optimal), dan asuh (memberikan perlindungan yang memadai).
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]