Di
Bareskrim, sudah ratusan orang yang diperiksa terkait insiden kebakaran
tersebut. Termasuk dari kalangan pejabat tinggi Kejagung yang ruangannya ikut terbakar, sampai pada petugas pelayanan (OB), pun
para pihak ketiga yang sedang melakukan pekerjaan di Gedung Utama Kejagung.
Sejumlah
alat bukti, seperti rekaman video (CCTV), pun turut disita selama pemeriksaan.
Akan tetapi, sampai sekarang, tim dari Bareskrim Polri belum juga menegaskan tersangkanya.
Baca Juga:
5 Smelter Babel yang Disita Kejagung di Kasus Timah Tetap Beroperasi
Pasal 187 dan
188 KUHP
Pada 17
September, Mabes Polri pernah melakukan gelar
perkara hasil penyelidikan terkait kasus kebakaran Gedung Kejagung. Saat itu, pihak Bareskrim menyimpulkan, ada dugaan peristiwa pidana, serta meningkatkan kasus tersebut dari penyelidikan
menjadi penyidikan.
Baca Juga:
Kejagung Sita Alat Berat dan Pemurnian di Babel, Terkait Kasus Korupsi Timah
"Dari
beberapa temuan di TKP serta olah TKP oleh rekan-rekan Puslabfor menggunakan
instrumen gaschromatography-mass spectrometer(GC-MS), serta pemeriksaan 131 saksi dengan menggunakan alat
poligraf (uji kebohongan), ahli kebakaran (untuk periksa asal api dengan teori
segitiga api), dan
ahli pidana, maka penyidik berkesimpulan, terdapat dugaan peristiwa pidana," kata Kepala
Bareskrim Polri, Komjen
Listyo Sigit Prabowo, di
Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (17/9/2020).
Penjelasan
panjang lebar Listyo itu, ihwal ditemukannya
bukti-bukti di tempat kejadian perkara kebakaran, berujung pada kesimpulan
untuk meningkatkan status kasus, dari
penyelidikan menjadi penyidikan, dengan
menerapkan Pasal 187 dan 188 KUHP.
Pasal
187 menjelaskan, "Bahwa siapa pun yang dengan sengaja menimbulkan
kebakaran, ledakan atau banjir, maka ia akan diancam dengan pidana penjara
paling lama dua belas tahun, jika perbuatan tersebut menimbulkan bahaya umum
bagi barang, dan pidana penjara paling lama lima belas tahun, jika perbuatan
tersebut membahayakan nyawa orang lain."