Sebab,
ia mencatat, 50 persen dari lahan di Kalimantan Selatan telah beralih
fungsi menjadi tambang batu bara dan perkebunan sawit. Rinciannya, tambang 33 persen dan kelapa sawit
17 persen.
Oleh
karena itu, ia mengaku tidak kaget apabila bencana ekologis itu terjadi saat
ini dan terparah dari tahun-tahun sebelumnya.
Baca Juga:
Tim Pakar ULM Kaji Banjir Kalsel
"Padahal,
sudah sering saya atau Walhi Kalsel ingatkan bahwa Kalsel dalam kondisi darurat
ruang dan darurat bencana ekologis," tegas dia.
Menurut
catatan Walhi, banjir kali ini menjadi yang terbesar dan terluas sejak 2006.
Banjir
besar, kata dia, pernah melanda pada 2006, tetapi tidak sampai merendam 11
kabupaten/kota.
Baca Juga:
Banjir Kalsel: PLN Sukses Nyalakan 99,9% Gardu
Ia juga
menyebutkan, bencana banjir sejatinya sudah menjadi bencana yang berulang di
Kalimantan Selatan.
"Melihat
bencana yang selalu terulang. Bahkan setelah 2006, awal tahun 2021 ini bisa
dikatakan banjir terbesar dan terluas di Kalsel melingkupi 11
kabupaten/kota," ujarnya.
Banjir
kali ini, kata dia, juga sudah bisa diprediksi terkait cuaca oleh Badan
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).