Banyak yang mulai mempertanyakan apakah selama ini uang royalti benar-benar sampai ke tangan para musisi yang berhak atau justru ada sebagian dana yang tersangkut di tengah proses distribusi yang tak transparan.
Fahmi menegaskan bahwa pihak LMKN kini tengah melakukan penelusuran ulang untuk memastikan alur distribusi kembali sesuai prosedur agar hak-hak musisi dapat tersampaikan secara tepat.
Baca Juga:
Menkumham Supratman Desak Audit LMKN-LMK di Tengah Kisruh Royalti Musik
"Komisioner itu bilang kepada teman-teman yang merasa berhak atas distribusi ini, agar melengkapi dokumen data distribusinya, formulanya apa yang dipakai sehingga ini harus didistribusikan sekian ke si A, sekian ke si B, dan seterusnya," ujarnya menjelaskan pentingnya kelengkapan administrasi dari para penerima royalti.
Hingga hari ini belum ada lembaga manajemen kolektif (LMK) yang melayangkan protes resmi, yang artinya dana tersebut sementara masih berada di LMKN sambil menunggu kelengkapan data administratif.
"Tapi sampai detik ini, belum ada LMK yang komplain tentang itu, jadi itulah salah satu bentuk kehati-hatian dari kami sebagai bentuk pelaksanaan transparansi dalam distribusi sehingga dana tersebut belum dapat kami serahkan," tutup Fahmi menegaskan sikap lembaga.
Baca Juga:
LMKN vs Pranaya Boutique Hotel: Suara Burung Asli Jadi Polemik
Kasus ini kembali menyeret isu klasik industri musik Indonesia soal transparansi dan kepercayaan dalam pengelolaan royalti, yang selama bertahun-tahun menjadi perdebatan di kalangan musisi dan pemangku kepentingan.
Selama ini banyak musisi yang mengaku tidak pernah mendapatkan penjelasan yang jelas tentang berapa royalti yang menjadi hak mereka dan dari mana data pemakaian karya mereka dikumpulkan.
Temuan Fahmi di awal masa jabatannya membuka kembali diskusi besar tentang pentingnya sistem distribusi royalti yang akurat, transparan, dan dapat dipercaya oleh seluruh pelaku industri musik nasional.