WahanaNews.co | Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) melaporkan data, setidaknya terdapat 27 kejadian pelecehan seksual yang menimpa peserta didik di lembaga pendidikan berbasis keagamaan di seluruh Indonesia.
Sebanyak 27 kasus itu terjadi di Jombang, Bangkalan, Mojokerto, Trenggalek, Ponorogo, Lamongan, dan Sidoarjo (Jatim); Kubu Raya (Kalbar); Lebak dan Tangerang (Banten), Bantul (Yogyakarta), Padang Panjang dan Solok (Sumbar); Aceh Tamiang (Aceh); Ogan Komering Ilir dan Musi Rawas (Sumsel); Bintan (Kepri); Tenggamus, Way Kanan, Tulang Bawang dan Pringsewu (Lampung); Pinrang (Sulsel); Balikpapan (Kaltim); Kotawaringin Barat; Jembrana (Bali); Cianjur dan Garut (Jabar).
Baca Juga:
Bayu Atmaja, S.H., M.H. Aprisiasi Majelis Hakim PN Sei Rampah Memvonis Terdakwa 10 Tahun Penjara Pelaku Pencabulan
Data itu belum termasuk kekerasan seksual yang terjadi di luar satuan pendidikan agama formal. Seperti kasus pencabulan terhadap belasan anak laki-laki oleh guru mengaji di Padang dan Ternate.
"Korban kekerasan seksual tidak selalu santri perempuan, juga santri laki-laki seperti kasus Bantul, Sidoarjo, Jembrana, Solok, dan korban pedofilia terbesar hampir 30 santri di pesantren Ogan Komering Ilir," kata Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri dalam keterangan tulis, Jumat (10/12).
Dari data yang ada, rata-rata korban kekerasan seksual di lembaga pendidikan agama adalah anak di bawah umur. Usia di bawah 18 tahun. Bahkan ada yang usia 7 tahun, seperti kasus di Pondok Pesantren Jembrana.
Baca Juga:
Tersangka Guru SD Cabul di Jaksel Jadi Buronan Polisi
Umumnya kekerasan seksual dilakukan berkali-kali dalam kurun waktu lebih dari 1 tahun. Bahkan untuk kasus di Trenggalek, korbannya sangat banyak sampai 34 santriwati.
Desak Kemenag Buat Aturan Pencegahan