WAHANANEWS.CO, Jakarta - Desa Garoga di Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, nyaris lenyap diterjang banjir dan longsor akhir November lalu.
“Saya tadi mampir di Desa Garoga, di situ hampir semua rumahnya tertimbun dengan tanah dan kayu yang cukup banyak,” ujar Menteri Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) Hanif Faisol Nurofiq, pada Sabtu (6/12/2025).
Baca Juga:
MARTABAT Prabowo-Gibran Dorong Semua Organisasi Masyarakat Kampanyekan Anti Buang Sampah ke Laut dan Sungai
Daerah Aliran Sungai (DAS) Garoga merupakan DAS terbesar kedua setelah DAS Batang Toru.
“Hulu Sungai Garoga jauh lebih curam sehingga luruhan kayu dan lumpur yang jauh lebih besar menimpa Desa Garoga,” ujar Hanif.
Curah hujan ekstrem memperparah keruntuhan lanskap di kawasan tersebut.
Baca Juga:
MARTABAT Prabowo–Gibran Nilai ATM Plastik BSI Langkah Strategis Ubah Sampah Jadi Sumber Ekonomi
“Tercatat curah hujan di Garoga pada tanggal 24 dan 25 November itu totalnya mendekati 450 milimeter, jadi ini angka yang sangat besar yang kemudian membuat lanskap ini tidak tahan sehingga dia luruh dan dibendung oleh pohon-pohon yang jatuh, kayu-kayu yang jatuh kemudian menjadi tekanan yang besar sehingga melenyapkan Desa Garoga,” ujar Hanif.
Analisis awal pemerintah menemukan adanya pembukaan lahan sawit berskala besar di hulu sungai.
“Ada satu perusahaan perkebunan sawit yang bukaannya sekitar 200an hektare di hulu Sungai Garoga, dan perkebunan sawit ini juga berkontribusi dalam memperparah aliran permukaan di Sungai Garoga saat curah hujan tinggi,” ujar Hanif.
Hanif menyebut penilaian teknis lebih lanjut tetap diperlukan.
“Namun tentu kita akan hitung ulang, tapi memang banyaknya yang runtuh itu memang yang berkontribusi sangat besar, silakan ahli dapat melakukan analisis dengan peta, kondisi by satelit, tapi harus di-compare dengan kondisi lapangan,” ujar Hanif.
Pemerintah meminta publik tidak berspekulasi mengenai penyebab bencana.
“Agar semua pihak berhenti untuk berspekulasi, namun pemerintah berkomitmen melakukan evaluasi total terhadap persetujuan lingkungan,” ujar Hanif.
Mitigasi pemerintah daerah juga menjadi perhatian.
“Pemerintah daerah perlu mengecek ulang dan me-review daerah-daerah potensi bencana karena yang terdampak paling parah adalah warga yang tinggal di pinggir sungai atau di dekat jembatan,” ujar Hanif.
Situasi paling parah terjadi di sekitar dua jembatan utama yang berada di kawasan Garoga.
“Itu yang hilang itu satu kampung itu pas di jembatan itu, jadi ada dua jembatan, Garoga 1 dan Garoga 2 mereka itu di tengah, tertimpa tanah dan hilang, terkubur, kita ikut prihatin,” ujar Hanif.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]