WahanaNews.co | Ketua Komisi Pengaduan dan
Penegakan Etika Pers Dewan Pers, Arif Zulkifli, meminta Polri menjelaskan telegram
Kapolri terkait kegiatan peliputan bermuatan kekerasan yang dilakukan polisi
atau kejahatan dalam program siaran jurnalistik.
Menurut
Arif, isi dari telegram tersebut masih belum jelas, apakah ditujukan untuk media
internal Polri atau media massa secara umum.
Baca Juga:
Jadi Penyidik Bareskrim, Kombes Hengki Haryadi Naik Pangkat Jadi Brigjen
"Polri
harus menjelaskan telegram tersebut apakah pelarangan tersebut berlaku untuk
media umum atau media internal atau kehumasan di lingkungan kepolisian,"
ujar Arif kepada wartawan, Selasa (6/4/2021).
Arif
tidak menginginkan ada kebingungan atau salah tafsir dalam mengimplementasikan
TR Kapolri tersebut.
"Jangan
sampai terjadi kebingungan dan perbedaan tafsir. Terutama jika Kapolda
di daerah menerapkannya sebagai pelarangan media umum," ucapnya.
Baca Juga:
Mutasi dan Rotasi Jabatan Polri, Dankorbrimob dan 6 Kapolda Berganti
Kapolri
Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebelumnya menerbitkan surat telegram yang
mengatur soal pelaksanaan peliputan bermuatan kekerasan yang dilakukan polisi dan/atau kejahatan dalam program siaran
jurnalistik.
Telegram
dengan nomor ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021 itu diteken Listyo Sigit pada 5 April
2021, ditujukan kepada pengemban fungsi humas Polri di seluruh kewilayahan.
Peraturan
itu dibuat berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik, Perkap Nomor 6 Tahun 2017 tentang Susunan Organisasi dan Tata
Kerja Satuan Organisasi pada Tingkat Mabes Polri, dan Peraturan Komisi
Penyiaran Indonesia Nomor 01/P/KPI/03/2012.
Ada 11
poin yang diatur dalam telegram itu, salah satunya media dilarang menyiarkan
tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan. [dhn]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.