Dari sini, VOC perlahan mulai menguasai wilayah pesisir Jawa dan kawasan Timur Hindia Belanda, mendirikan kantor dagang di Banten pada 1603, dan merebut pelabuhan penting di Jawa, salah satunya Sunda Kelapa, pada 1619. Sejak saat itulah Belanda menjadikan Batavia sebagai pusat administrasi.
Tak sampai di situ, VOC juga merebut pulau penting penghasil rempah-rempah, seperti Ambon dan Banda. Khusus Banda, VOC melakukannya dengan cara sadis: membantai penduduk lokal.
Baca Juga:
Kemendag Ajak Eksportir Melek Kebijakan Karbon di Negara Tujuan Ekspor
"Kepulauan Banda diduduki setelah pertempuran gigih, dan praktis penduduknya terbasmi habis," tulis Bernard H.M Vlekke dalam Nusantara: Sejarah Indonesia (2017).
Penguasaan atas Malaka dan kepulauan Timur Hindia Belanda membuat VOC menjadi penguasa atas lautan Nusantara. Monopoli perdagangan telah menjadi 'kunci emas' VOC. Belakangan, VOC lebih dari sekedar perusahaan.
Mereka memiliki tentara, mendapat hak untuk melakukan perjanjian dengan penguasa lokal, membangun koloni, sampai mencetak uang sendiri.
Baca Juga:
Uni Eropa Berlakukan Tarif Tinggi Mobil Listrik Buatan China
Menurut M.C Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern (1999), keistimewaan ini membuat VOC semakin berkuasa. Keberhasilan VOC 'mengadali' dan 'menipu' masyarakat Nusantara menjadikannya sebagai perusahaan dengan aset terbesar di dunia saat itu.
Sampai tahun 1637 saja, asetnya mencapai 78 juta gulden atau setara US$ 7,9 triliun saat ini.
Lewat dana besar hasil eksploitasi dari Nusantara itu mereka dapat membangun berbagai fasilitas penting di Belanda. Hidup mereka sejahtera di atas kesengsaraan masyarakat Nusantara yang makin melarat dan tertindas dengan menjual mentah hasil buminya untuk kekayaan VOC.