"Ketika melakukan pengkafiran, berarti menghalalkan darahnya, hartanya, dan kehormatannya. Ini yang menjadi masalah besar," ucapnya.
Dalam diskusi ini, Para tidak menutupi kesalahan. Sebaliknya, ia menyampaikan peninjauan ulang terhadap strategi dan doktrin masa lalu, dan menyerukan rekonsiliasi ideologis.
Baca Juga:
3 Terduga Teroris Ditangkap, Polisi: Barbuk yang Diamankan Senapan PCP dan 105 Butir Amunisi
Langkah ini dinilai sebagian kalangan sebagai pendekatan yang patut diapresiasi, terutama dalam konteks deradikalisasi nasional.
Namun demikian, berbagai pengamat memperingatkan bahwa meskipun JI telah menyatakan bubar, ideologi yang mendasari gerakan ini belum sepenuhnya musnah.
Benih ekstremisme masih dapat tumbuh di tempat-tempat yang mengalami ketimpangan sosial, ketidakadilan, dan kehilangan arah identitas.
Baca Juga:
Densus 88 Ringkus Lima Terduga Teroris di Tiga Tempat
Ulasan kritis dari acara ini menunjukkan bahwa sejarah radikalisme tidak bisa hanya dipandang sebagai kesalahan masa lalu.
Buku "JI: The Untold Story" menjadi semacam arsip kolektif untuk memahami bagaimana gagasan, militansi, dan pengaruh internasional dapat menjalar cepat di tengah kekosongan kekuasaan dan krisis nasional. Kesadaran sejarah semacam ini penting untuk memastikan bahwa kesalahan serupa tidak terulang di masa depan.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.