WAHANANEWS.CO, Jakarta - Dalam beberapa tahun terakhir, ancaman gempa besar terus menjadi sorotan di Indonesia, negara yang terletak di jalur Cincin Api Pasifik.
Dengan kerentanan yang tinggi terhadap bencana alam, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) kembali menegaskan pentingnya kesiapsiagaan menghadapi potensi gempa bumi megathrust.
Baca Juga:
BMKG Peringatkan Potensi Cuaca Ekstrem dan Bibit Siklon di Masa Pancaroba
Peringatan ini dirilis sebagai bagian dari langkah mitigasi dini untuk mengurangi risiko kerusakan dan korban jiwa di tengah masyarakat.
BMKG mengingatkan bahwa terdapat potensi gempa megathrust di wilayah Indonesia dengan kekuatan hingga 8,9 magnitudo.
Penegasan ini bukan tanpa alasan, melainkan berdasarkan hasil analisis ilmiah yang diperuntukkan untuk mendukung upaya mitigasi bencana sejak dini.
Baca Juga:
Sudah 200 Tahun Tertidur, BMKG Ingatkan Kembali Ancaman Tsunami Megathrust
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, menjelaskan bahwa informasi prediksi tersebut telah didistribusikan ke berbagai pemangku kepentingan.
Pemerintah daerah, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), hingga pelaku usaha di kawasan rawan bencana telah menerima model prediksi ini sebagai dasar untuk tindakan preventif.
"Model prediksi ini sudah kami sampaikan ke BPBD, termasuk peta landaan tsunaminya. Harapannya, pemerintah daerah dapat menggunakan data ini untuk merancang tata ruang wilayah yang lebih adaptif terhadap risiko bencana," ujar Daryono, mengutip siaran Pro 3 RRI, Kamis (24/4/2025).
Ia menekankan bahwa mitigasi harus menjadi prioritas utama, mengingat waktu terjadinya gempa tidak dapat dipastikan.
Karena itu, baik persiapan fisik (struktural) maupun non-fisik (non-struktural) harus dipercepat agar masyarakat siap menghadapi skenario terburuk kapan saja.
Lebih lanjut, Daryono mengungkapkan bahwa sejumlah pemerintah daerah telah bergerak cepat membangun jalur evakuasi dan tempat perlindungan tsunami.
Langkah ini dinilai sebagai perkembangan positif dalam memperkuat sistem perlindungan masyarakat di daerah rawan gempa dan tsunami.
Tak hanya membangun infrastruktur evakuasi, edukasi publik juga menjadi elemen vital dalam strategi mitigasi.
“Saat terjadi gempa, masyarakat harus segera melakukan evakuasi mandiri, terutama bila mereka berada di kawasan pesisir,” jelasnya, menegaskan pentingnya kesadaran dan kecepatan bertindak dalam situasi darurat.
Meski demikian, Daryono mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan rasional dalam merespons informasi bencana.
“Selama BMKG tidak mengeluarkan peringatan resmi, masyarakat tidak perlu panik secara berlebihan,” pungkasnya.
Dengan kerja sama seluruh elemen masyarakat, diharapkan potensi risiko akibat gempa megathrust bisa ditekan seminimal mungkin, sekaligus membangun budaya siaga bencana di Indonesia.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]