WahanaNews.co, Jakarta - Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), menekankan bahwa organisasi profesi harus mengambil tanggung jawab atas kasus dokter palsu yang bernama Susanto dan berpraktik di klinik milik PT PHC.
Selain organisasi profesi, aparat penegak hukum dan pemerintah, khususnya dinas kesehatan setempat, juga harus memikul tanggung jawab atas tindakan dokter gadungan Susanto ini.
Baca Juga:
TP PKK Kolaka Utara Gelar Sosialisasi Kesehatan Reproduksi dan Cegah Stunting bagi Pelajar
"Akibat dari ulah dokter gadungan tersebut, aparat penegak hukum, dinas kesehatan dan organisasi profesi dokter gagal melindungi dan gagal memberikan rasa aman masyarakat sebagai pasien," kata Tulus Abadi, mengutip Berita Satu, Minggu (17/9/2023).
Dia berpendapat bahwa ketiga lembaga tersebut harus memikul tanggung jawab karena kejadian ini terjadi akibat kelalaian dan kurangnya pengawasan yang memungkinkan seorang dokter gadungan dapat berpraktik kedokteran.
"Bagaimana bisa ketiga lembaga tersebut tidak mengawasi dengan baik hingga dapat terjadi situasi yang sangat serius seperti ini? Kejadian ini sangat menyedihkan dan sangat merugikan. Kejadian ini juga dapat membahayakan keselamatan masyarakat," ujar Tulus.
Baca Juga:
Dr. Rudi Iskandar Terpilih Sebagai Ketua IDI Tapsel 2023-2026 dalam Muscab Serentak
"Mereka harus memikirkan dan mengubah hal ini. Untuk langkah dan solusi ke depannya agar tak terulang kembali. Itu menjadi urusan mereka dan wajib diperbaiki," sambungnya.
Baru-baru ini, seorang dokter gadungan bernama Susanto tertangkap lantaran menipu dan bekerja di klinik milik PT Pelindo Husada Citra (PT PHC). Sebelum terungkap, Susanto sempat menjalani praktik dokter selama 2 tahun.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengungkapkan penyebab Susanto bisa leluasa menjadi dokter gadungan hingga melakukan praktik di klinik milik PT PHC selama bertahun-tahun.
Bahkan, selama melancarkan aksinya, Susanto pernah praktik sebagai dokter spesialis kebidanan dan melakukan operasi di salah satu rumah sakit di Kalimantan.
Susanto yang merupakan lulusan SMA melamar sebagai dokter di PT PHC pada 2020 lalu. Dalam surat lamarannya, Susanto menggunakan identitas orang lain yakni dokter bernama Anggi Yuritno.
Dengan menggunakan berbagai dokumen persyaratan palsu, Susanto berhasil diterima dan ditempatkan di Occupational Health and Industrial Hygiene (OHIH) di Pertamina Cepu, Jawa Tengah.
Selama dua tahun, ia bekerja di tempat tersebut tanpa kecurigaan.
Namun, aksinya terbongkar saat ia hendak memperpanjang kontrak kerjanya. Pihak PT PHC menemukan ketidaksesuaian data saat melakukan verifikasi ulang, terutama terkait dengan dokumen profesi seperti Surat Tanda Registrasi (STR) yang harus diperbarui.
Setelah dilakukan investigasi, ternyata semua data yang digunakan oleh Susanto ternyata palsu.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]