Hasan menganalogikan kebijakan itu dengan cerita seseorang yang menyisihkan satu dari tiga genggam beras setiap harinya. Bagi Hasan, satu genggam beras yang disisihkan itu tidak mengurangi jatah yang dimakan sehari-hari. Bahkan, cara itu dapat mencegah adanya beras dimasak berlebih dan tidak termakan, kemudian tersisa hingga akhirnya basi.
Dalam kurun waktu tertentu, segenggam beras yang disisihkan per harinya bertambah dan terkumpul banyak sehingga orang-orang di sekitar dapat ikut menerima manfaat dari beras tersebut.
Baca Juga:
Dampak Inpres 2025, Anggaran Kejagung Terpangkas Rp5,4 Triliun
"Segenggam beras dimasukkan ke gentong selama 10 hari. Itu bisa buat memberi makan tetangga yang tidak bisa makan, atau bisa kita makan ketika beras kita betul-betul habis," sambung Hasan.
Dia kemudian menekankan efisiensi merupakan pilihan di tengah situasi negara terus belanja jor-joran atau berhemat demi program-program yang lebih bermanfaat. Oleh karena itu, kegiatan yang selama ini tidak terukur manfaatnya bagi masyarakat pun dikurangi atau dihilangkan. Anggaran itu kemudian dialihkan untuk membiayai program atau kegiatan yang produktif.
"Seperti yang sering diingatkan oleh Presiden bahwa setiap rupiah yang rakyat harus dipakai, digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat," ujar Hasan Nasbi.
Baca Juga:
Perintah Efisiensi Anggaran, Prabowo: Ada 'Raja Kecil' yang Melawan
[Redaktur: Alpredo Gultom]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.