WahanaNews.co | Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Republik Indonesia menjawab kisruh revisi Upah Minimum Provinsi (UMP) yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Dirjen PHI dan Jamsos Kemnaker Indah Anggoro Putri menegaskan agar semua kepala daerah dapat menerapkan aturan turunan UU Cipta Kerja dalam menetapkan UMP 2022. Aturan yang dimaksud adalah PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Baca Juga:
Kementerian ESDM Buka Suara, Soal Tudingan AS Ada Kerja Paksa di Industri Nikel RI
Diketahui, Gubernur Anies Basewdan merevisi sendiri peraturan gubernur soal kenaikan UMP dari semula Rp 37 ribu menjadi Rp 200 ribu, sehingga UMP DKI menjadi Rp 4,6 juta.
"Pemerintah konsisten untuk menerapkan PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dan mewajibkan semua kepala daerah untuk melakukan hal yang sama," ujarnya, Jumat (24/12).
Indah mengungkapkan dalam mengawal pelaksanaan pengupahan, dinas ketenagakerjaan wajib memberikan pemahaman kepada pengusaha dan pekerja/buruh bahwa upah minimum (UMP dan UMK) adalah safety net yang diberikan kepada tenaga kerja yang bekerja kurang dari 12 bulan.
Baca Juga:
DPR Minta Menaker Siapkan Aturan THR bagi Pengemudi Ojol
Sedangkan, tenaga kerja yang sudah bekerja lebih dari 12 bulan diberlakukan ketentuan struktur dan skala upah.
Indah menyebut ketika terjadi perselisihan mengenai pengupahan, dinas ketenagakerjaan mesti mendorong pihak yang berselisih untuk berdialog secara bipartit maupun tripartit.
"Pemerintah daerah wajib mengedepankan mekanisme tripartit dalam penyelesaian permasalahan terkait ketenagakerjaan," katanya.
Putri menambahkan bahwa selain upah minimum, saat ini pemerintah harus mendorong implementasi struktur dan skala upah di perusahaan-perusahaan.
"Pemerintah wajib memediasi perusahaan/pemberi kerja untuk segera menyusun dan menetapkan struktur skala upah dan melakukan pembinaan teknis melalui fasilitasi, konsultasi, pendidikan, pelatihan, penelitian, dan pengembangan," jelas Indah.
Dalam hal pembinaan teknis telah dilakukan secara optimal dan belum membuahkan hasil sesuai yang diharapkan, lanjut Putri, maka dilakukan pengawasan teknis.
Pengawasan teknis meliputi dampak pelaksanaan kewenangan bidang ketenagakerjaan yang sudah diserahkan kepada pemerintah daerah, maka pemerintah melakukan pengawasan teknis melalui reviu, monitoring, dan evaluasi.
Jika pengawasan teknis tersebut belum membuahkan hasil, maka dilakukan tahapan teknis selanjutnya berupa pemeriksaan reguler dan/atau pemeriksaan khusus.
"Dari hasil pemeriksaan yang terakhir ini, jika terbukti terdapat kesalahan maka untuk selanjutnya digunakan oleh pemerintah menegakkan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," pungkasnya. [bay]