WahanaNews.co | Sejarah mencatat Indonesia sebagai negeri maritim yang banyak
disinggahi kapal-kapal asing untuk kepentingan dagang.
Lokasi strategis Indonesia, yang membentang sepanjang jalur garis khatulistiwa, jadi persilangan lalu lintas perdagangan masa lalu.
Baca Juga:
Maruli Siahaan Terpilih Sebagai Ketua Umum PPSD Siahaan Indonesia
Tercatat Belanda, Inggris, Portugis,
China, hingga Arab pernah melepas jangkar di garis pantai Indonesia.
Tak ayal, bawah
laut Indonesia saat ini dipenuhi dengan kapal-kapal atau peninggalan bekas
muatan kapal yang karam di masa lalu.
Sejarawan dari Universitas Gajah Mada
(UGM), Sri Margana, mengatakan, sejarah maritim Indonesia
sudah terpetakan lebih dari 2.000 tahun silam.
Baca Juga:
Tragedi di Perairan Malaysia: Lima Pekerja Migran Indonesia Ditembak, Satu Tewas
Dalam kurun waktu itu, banyak
peninggalan yang belakangan terarsipkan, khususnya dari kapal-kapal karam yang
terendap di bawah laut Indonesia.
"Dua ribu tahun itu banyak sekali
kapal dari berbagai negara melintas di perairan Indonesia. Wajar jika di
perairan Indonesia banyak ditemukan harta karun dari kapal-kapal yang
tenggelam," kata Sri, saat dihubungi wartawan, Jumat (5/3/2021).
Merujuk catatan sejarah, kata Sri,
sedikitnya ada 450 kapal asing yang tenggelam di wilayah perairan Asia
Tenggara.
Itu tercatat dalam arsip-arsip
Belanda, VOC, Inggris, Spanyol hingga Portugis yang memang memiliki hubungan
sejarah di masa lalu dengan Indonesia.
Jumlah ini, kata Sri, adalah kapal-kapal yang karam pada abad ke-17, 18, hingga pertengahan abad ke-19.
"Jadi, kurang
lebih sudah 2,5 abad itu yang tercatat dari manifest pelayaran dari masa itu
tercatat lebih dari 450 kapal tenggelam di perairan Asia Tenggara. Dan dari 450 kapal itu, 185 di antaranya berada di perairan Indonesia," kata Sri.
Menurut Sri,
kapal-kapal yang tenggelam di perairan Indonesia ini banyak tersebar di wilayah
perairan Jawa dan Bangka.
"Paling banyak, dari 185 yang
terhitung itu, di laut Jawa saja ada sekitar 45 kapal tenggelam, dan di laut
Bangka itu lebih dari 50 kapal," kata dia.
Kata Sri, kapal-kapal tersebut hampir
keseluruhannya berasal dari negara-negara Eropa.
Hal ini bisa dilihat dari manifest
pelayaran yang masih tersimpan di masing-masing negara itu.
"Terutama kapal-kapal VOC, Kapal
Inggris, dan ada kapal Portugis dan Spanyol," katanya.
Pemerintah kini telah membuka
investasi pengerukan harta karun bawah laut.
Investasi ini berupa kerjasama
pemerintah Indonesia dengan investor asing maupun lokal yang tertarik dengan
harta karun bawah laut Indonesia.
Kementerian Kelautan dan Perikanan
(KKP) dan Asosiasi Perusahaan Pengangkatan dan Pemanfaatan PMKT Indonesia (APPP
BMKTI) mencatat, Indonesia punya potensi menyimpan
benda muatan kapal tenggelam (BMKT) atau harta karun bawah laut yang tersebar
di 464 titik perairan RI.
Harta karun tersebut berasal dari
bangkai-bangkai kapal yang tenggelam di perairan nusantara.
Kapal tersebut adalah kapal dagang
dari Cina, Verenigde Oost-Indische
Compagnie (VOC), Belanda, Portugis, Spanyol, Inggris, Jepang, dan lainnya.
BMKT merinci, dari 464 titik, 60 persen sebaran paling banyak di Kepulauan Riau, seperti
Natuna, Bintan, Batam, lalu Belitung.
Lalu, Laut Jawa 30 persen, selebihnya
sebaran berada di Sulawesi hingga Halmahera.
Dengan sebaran tersebut, APPP BMKTI
menyebut potensi dari harta karun bawah laut tersebut mencapai US$ 12,7
miliar atau setara Rp 181,69 triliun (mengacu kurs Rp 14.307 per dolar AS).
Perhitungannya, potensi per titik
lokasi adalah antara US$ 15 juta sampai dengan US$ 40 juta,
atau rata-rata US$ 27,5 juta per titik lokasi.
Kementerian Kelautan dan Perikanan
(KKP) merinci, sebaran 464 titik itu berada 21
lokasi.
Lokasi harta karun bawah laut itu
meliputi Selat Bangka (7 lokasi), Belitung (9 lokasi), Selat Gaspar, Sumatera
Selatan (5 lokasi), Selat Karimata (3 lokasi), dan Perairan Riau (17 lokasi).
Selanjutnya, Selat Malaka (37 lokasi),
Kepulauan Seribu (18 lokasi), perairan Jawa Tengah (9 lokasi), Karimun Jawa (14
lokasi), dan Selat Madura (5 lokasi).
Potensi harta karun juga diperkirakan
berada di NTB dan NTT (8 lokasi), Pelabuhan Ratu (134 lokasi), Selat Makassar
(8 lokasi), perairan Cilacap (51 lokasi), perairan Arafuru (57 lokasi), dan
perairan Ambon (13 lokasi).
Sisanya, berada di perairan Halmahera
(16 lokasi), perairan Morotai (7 lokasi), Teluk Tomini, Sulawesi Utara (3
lokasi), Papua (32 lokasi), dan Kepulauan Enggano (11 lokasi).
Sejarawan Andi Achdian mengkritik
kebijakan yang mengizinkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melelang
temuan harta karun atau Benda Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) yang masuk kategori
cagar budaya.
Izin pencarian harta karun ini
merupakan dampak dari Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
yang mengizinkan 14 bidang usaha oleh pemerintah.
Menurut Andi, Undang-undang nomor 11
tahun 2010 tentang Cagar Budaya sebenarnya mengatur tentang penemuan kebendaan
cagar budaya baik di darat maupun di perairan.
Namun, sebagian wilayah perairan di
Indonesia berada di bawah yurisdiksi atau wewenang Kementerian Kelautan dan
Perikanan.
"Nah, ini yang bermasalah
kadang-kadang, siapa yang berwenang mengelola itu," kata Andi, saat dihubungi wartawan melalui sambungan telepon, Kamis (4/3/2021).
Andi menyesalkan, meskipun KKP telah
memiliki museum untuk merawat dan memajang benda berharga yang ditemukan, namun
benda tersebut tetap dilelang.
"Ini gimana, ya? Bisa ditaruh di
Balai Lelang sama mereka (KKP)," ungkap Andi.
Andi mengaku tidak mengetahui secara
spesifik ke mana uang hasil lelang tersebut selama ini.
Meski demikian, ia menuturkan, persoalan pengelolaan benda temuan masih menjadi perbincangan
antara pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Kelautan
dan Perikanan.
Andi mempersoalkan Peraturan Presiden yang mengizinkan investor
asing dan swasta dalam negeri mencari harta karun atau BMKT di lautan
Indonesia.
Sebab, benda yang memiliki nilai
sejarah dilihat sebagai barang berharga atau komoditas, bukan cagar budaya.
"Mindset-nya aja secara konseptual keliru. Ini bukan barang berharga
yang bisa kita perjualkan. Ini adalah warisan budaya, yang harus kita
lindungi," tegas Andi.
Andi menyebut, pada 2010, KKP pernah melelang satu set artefak laut dari abad ke-9 yang
ditemukan di Laut Jawa dengan nilai Rp 1 triliun.
Padahal,
Undang-Undang nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya juga diterbitkan tahun
itu.
"Jadi, itu
problem sampai sekarang," imbuhnya.
Persoalan tersebut juga berdampak pada
kenyataan bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki sejarah panjang di
bidang maritim.
Pada masa sebelum penjajahan, misalnya, wilayah perairan Nusantara menjadi jalur perdagangan
rempah dari ujung timur yang berada di Pulau Banda hingga ujung barat.
"Itu pasti banyak komoditi yang
dibawa," kata Andi. [dhn]