Apabila terjadi kekerasan seksual, Reza menyorot peta relasi kuasa dalam kasus tersebut. Menurutnya, di kediaman Ferdy Sambo, Putri memiliki kekuasaan yang lebih besar dibanding ajudan komandannya.
“Sekarang kita bayangkan, baik itu di Duren Tiga maupun di Magelang, kira-kira hitung-hitungan di atas kertas, siapa yang dominan? Siapa yang submissive (tunduk)?” kata Reza.
Baca Juga:
Tersangka Razman Nasution Jalani Tes Kesehatan & Sidik Jari di Bareskrim
“Saya tidak membayangkan bahwa seorang brigadir berada dalam posisi yang superior. Demikian, kalau kita terapkan teori relasi kuasa, justru kemungkinan yang terjadi adalah pelecehan seksual, di mana korbannya adalah laki-laki, pelakunya adalah perempuan,” lanjut lulusan Universitas Melbourne Australia tersebut.
Meskipun demikian, Reza mengakui bahwa dugaan kekerasan seksual dalam kasus ini akan sulit dibuktikan karena Brigadir Yosua telah meninggal dunia.
Reza pun menambahkan, dibanding motif pembunuhan, berlangsungnya pembunuhan berencana Brigadir Yosua lebih penting untuk terungkap di pengadilan.
Baca Juga:
Jaksa Penuntut Umum Kejari Bireuen Tangani Kasus Pelecehan Seksual Terhadap Anak
Untuk itu, ia berharap rekonstruksi kasus pembunuhan pada Selasa (30/8) besok akan membawa titik terang karena para tersangka akan dikonfrontasi keterangannya.
"Saya berharap proses rekonstruksi besok berbuah manis, karena penyusunan BAP hampir bisa dipastikan sepenuhnya mengandalkan daya ingat manusia, daya ingat si terperiksa, termasuk PC (Putri Candrawathi). Psikologi berpandangan daya ingat manusia rentan sekali mengalami fragmentasi, terpecah-belah, dan rentan juga mengalami distorsi, belok kanan belok kiri,” kata Reza.
“Dengan adanya rekonstruksi di TKP, apalagi kemudian dikonfrontasi dengan sesama tersangka atau saksi-saksi lain, maka diharapkan ini bisa mengoreksi atau mengonfirmasi ingatan-ingatan yang sudah disampaikan dalam penyusunan BAP,” lanjutnya.