WahanaNews.co | Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyampaikan keprihatinan mendalam atas musibah kecelakaan bus pariwisata di Ciater, Subang pada Sabtu, 11 Mei 2024 lalu yang merenggut nyawa belasan pelajar.
Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kemen PPPA, Pribudiarta Nur Sitepu menyatakan kecelakaan tragis ini merupakan akibat dari kelalaian sejumlah pihak dewasa yang berimbas fatal pada anak-anak.
Baca Juga:
Menteri PPPA Kawal Kasus Kekerasan Anak di Banyuwangi
“Kecelakaan yang berujung maut tersebut merupakan ‘buah’ dari kelalaian orang dewasa yang berakibat fatal pada anak-anak. Dimulai dari pihak sekolah yang tidak hati-hati dalam memilih perusahaan penyewaan bus, perusahaan bus yang lalai memenuhi kewajibannya untuk melakukan pemeriksaan berkala terhadap armadanya, dan juga sopir bus yang tidak melakukan pemeriksaan ulang kelayakan bus sebelum melakukan perjalanan,” kata Pribudiarta.
Namun, Pribudiarta mengatakan kecelakaan ini tidak dapat menjadi alasan untuk melarang study tour.
Study tour merupakan bagian dari hak anak untuk mendapatkan pendidikan dengan metode pembelajaran di luar kelas.
Baca Juga:
Kemen PPPA Kawal Kasus Penyekapan Anak di Jakarta
“Pelarangan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dapat menyebabkan anak-anak lain tidak dapat menikmati haknya untuk mendapatkan pembelajaran di luar kelas melalui rekreasi yang edukatif. Study tour dapat memperkaya pengalaman pendidikan yang berbeda pada anak dan memberikan manfaat pada siswa, seperti meningkatkan keaktifan anak dengan melakukan pengamatan langsung dan bertanya secara langsung kepada pengelola,” tegasnya.
Oleh karena itu, katanya, musibah yang dialami anak-anak di Ciater harus menjadi pelajaran berharga bagi seluruh pihak untuk mencegah terjadinya musibah serupa di kemudian hari, namun tidak menutup kesempatan bagi anak-anak lain untuk tetap mendapatkan hak-haknya.
Pribudiarta juga mengatakan untuk memastikan keselamatan dan keamanan anak, diperlukan peran penting dari semua pihak, terutama Pemerintah Daerah dan sekolah.
“Dalam hal ini, peran Pemerintah Daerah sangat penting khususnya dalam menerbitkan aturan yang ketat bagi perusahaan transportasi, dan juga bagi sekolah. Perusahaan transportasi harus melakukan pengawasan ketat terhadap kelayakan fisik kendaraan, baik suku cadang dan kondisi armada secara keseluruhan, serta kelayakan sopir bus untuk berkendara,” kata Pribudiarta.
Pribudiarta melanjutkan, Pemerintah Daerah juga harus membuat aturan dan melakukan pengawasan serta evaluasi terhadap sekolah yang melakukan study tour serta perlu mendengar perspektif dari anak-anak.
“Pemerintah Daerah perlu menerbitkan aturan yang mensyaratkan mitigasi resiko bagi sekolah yang akan menyelenggarakan study tour dan harus melakukan analisa risiko sebelum study tour dilaksanakan, yang meliputi seluruh tahapan kegiatan study tour,” ujar Pribudiarta.
“Di sisi lain, pihak sekolah juga harus memastikan ketersediaan dan keamanan alat transportasi anak-anak dengan melakukan pengecekan terhadap riwayat perusahaan penyedia dan sopir yang harus dinilai baik. Selain transportasi, pihak sekolah juga harus memastikan ketersediaan konsumsi anak-anak, tim kesehatan, keamanan tempat yang dituju, dan hal-hal lain yang diperlukan,” tegas Pribudiarta.
Lebih lanjut, Pribudiarta mengatakan pihak sekolah juga wajib berdiskusi dan mendengarkan opini dari orang tua murid sebelum melakukan study tour, saat berkegiatan dan setelah kegiatan study tour selesai dilaksanakan.
“Analisa risiko juga harus dilakukan pada tahap pelaksanaan kegiatan, misalnya ketika dalam perjalanan menuju lokasi terdapat gangguan pada alat transportasi atau gangguan di jalan, atau ada anak yang sakit saat berkegiatan di lokasi. Analisa risiko tersebut dilakukan hingga anak-anak kembali ke sekolah, dan memastikan anak-anak kembali ke rumah dengan selamat,” ujar Pribudiarta.
Pribudiarta mengatakan untuk memastikan keselamatan anak-anak dalam melakukan kegiatan study tour yang diselenggarakan oleh sekolah, orang tua juga memiliki kewajiban untuk berkoordinasi dengan sekolah.
Orang tua perlu memahami rangkaian kegiatan study tour secara rinci, dan ikut terlibat dalam proses yang dimulai dari persiapan, pelaksanaan hingga akhir kegiatan.
“Dengan demikian, orang tua dapat ikut mengawasi sejak awal pada tahap persiapan, termasuk kondisi kesiapan moda transportasi dan supir, memastikan kecukupan gizi harian selama kegiatan akan berlangsung, serta kesiapan tenaga kesehatan yang mendampingi. Orang tua juga perlu memiliki nomor kontak para guru dan pendamping selama berkegiatan. Jika diperlukan, orang tua perlu ikut serta dalam study tour terutama bagi anak-anak yang memerlukan pendampingan khusus dari orang tua,” kata Pribudiarta.
“Kemen PPPA mengimbau kepada seluruh pihak untuk bekerja sama dalam memastikan keselamatan dan keamanan anak dalam kegiatan study tour. Dengan aturan yang jelas, pengawasan yang ketat, dan partisipasi aktif dari semua pihak, diharapkan tragedi seperti di Ciater tidak terulang kembali,” tutup Pribudiarta.
[Redaktur: Zahara Sitio]